Select Page

rubber450

Kontan Logo

[Download PDF KONTAN WEEKLY Kekenyalan Individu dan Tim]

oleh Jennie M. Xue

Kekenyalan merupakan inti dari ketahanan mental yang biasa disebut “mental toughness.” Bayangkan sebuah benda yang kenyal akan sulit untuk dipatahkan, dibandingkan dengan krupuk yang garing, misalnya. Semakin kenyal mental seseorang, semakin siap ia menghadapi berbagai ujian, tantangan, dan masalah. Seorang pebisnis dan eksekutif dengan kekenyalan mental tinggi merupakan atlet maraton yang mempunyai kans besar dalam mencapai garis finish.

“Kekenyalan” di sini penulis terjemahkan bebas dari “resilience.” Tingkat “kekenyalan” setiap individu, tim, organisasi, bahkan kultur berbeda-beda. Ada yang kasat mata sangat “kenyal” dan ada yang tidak begitu tampak, alias perlu mengalami ujian-ujian terlebih dulu.

Para atlet mempunyai tingkat kekenyalan tinggi, maka mempunyai ketahanan mental tinggi pula. Setiap profesi membutuhkan tingkat kekenyalan berbeda, sehingga spektrum warnanya sangat beragam. Seorang salesman door-to-door, misalnya, bisa dipastikan mempunyai tingkat kekenyalan tinggi, apalagi yang merupakan superstar penjualan.

Dalam buku Developing Mental Toughness: Coaching Strategies to Improve Performance, Resilience and Wellbeing, para coach ketahanan mental Dough Strycharczyk dan Peter Clough memperkenalkan hasil penelitian saintifik mereka yang diberi nama populer Model 4C dan 4 Fallacies. Empat pilar ketahanan mental dituangkan dalam Model 4C, sedangkan 4 Fallacies adalah miskonsepsi-miskonsepsinya.

Dalam riset mengenai ketahanan mental, Perist Psikologi Dr. Keith Earle mengidentifikasi jurang besar antara konsep-konsep literatur dengan fakta di lapangan, sehingga “mental toughness” sering kali hanyalah slogan-slogan kosong. Untuk itu, Dr. Earle mengkategorikan dua aliran berpikir kreatif, yaitu pola pikir konvergen dan pola pilir divergen. Yang pertama menjawab pertanyaan-pertanyaan “apakah bisa?” Sedangkan yang kedua menjawab “bagaimana asumsi diimplementasikan?” Dua pola pikir ini menjadi dasar beberapa hipotesis yang diuji, dikembangkan, dan dievaluasi.

Hasil dari riset ini yang terpenting adalah: “mental toughness” bukan hanya slogan kosong, bisa diukur, dan bisa dikembangkan. Untuk itu, perlu model yang menjawab apa saja elemen-elemen ketahananan mental dan apa saja miskonsepsi-miskonsepsinya.

Model 4C: Elemen-Elemen Ketahanan Mental

Challenge. Tantangan merupakan kesempatan untuk “naik kelas.” Seorang atlet selalu menantang diri untuk perform lebih baik, lebih cepat, lebih jauh, lebih tinggi, dan lebih fleksibel.

Confidence. Kepercayaan akan diri sendiri yang memadai. Bedakan konfiden dengan kompeten. Dalam konteks ini, konfiden harus disertai dengan kompetensi, walaupun seseorang yang konfiden belum tentu kompeten.

Commitment. Menyelesaikan sesuatu dari awal hingga akhir, tidak meninggalkannya dalam sekejap, lepas tangan, atau berubah pikiran tanpa alasan jelas mendalam berdasarkan fakta terbukti. Dalam dunia bisnis, ini sangat mengecewakan dan menurunkan reputasi, karena merupakan cerminan akuntabilitas dan integritas.

Control. Kemampuan mengkontrol nasib di tangan sendiri dalam batas-batas tertentu. Maksudnya, sepanjang suatu kondisi dan situasi bisa diperbaiki dan dipengaruhi, perlu yakin akan kemampuan ini.

Empat Miskonsepsi Ketahanan Mental

Miskonsepsi Pertama: Ketahanan Mental Lemah Merupakan Kekurangan. Ketahanan mental “lemah” bukan merupakan kekurangan dalam karakter, namun merupakan bentuk sensitifitas individu. Dalam profesi seni, misalnya, memiliki sensitifitas tinggi (alias “ketahanan mental lemah”) merupakan kelebihan yang memberi warna-warni karya. Namun, idealnya, dalam sisi lain kehidupan, ketahanan mental tinggi lebih efektif.

Miskonsepsi Kedua: Ketahanan Mental Penting Untuk Sukses. Ini benar, namun kurang tepat. Sesungguhnya ketahanan mental penting tidak hanya untuk sukses sesaat, namun untuk selalu siap berkompetisi baik secara internal maupun eksternal. Sukses merupakan hasil akhir dari ketahanan mental yang memberi bensin ekstra dalam bertahan.

Miskonsepsi Ketiga: Individu Bermental Tangguh Biasanya Macho. Ini tidak benar, karena kekenyalan mental seseorang merupakan kekuatan internal yang tidak perlu dipertontonkan dengan berbagai kata-kata keras dan otot-otot baja. Kemampuan mengalahkan diri sendiri patut dimiliki siapapun tanpa kecuali. Dengan kemampuan ini, niscaya ketakutan bertindak bisa dieliminasi, sehingga integritas dan reputasi pun semakin baik.

Miskonsepsi Keempat: Individu Bermental Tangguh Biasanya Individualistis dan Tidak Care. Jika Anda perhatikan para atlet dalam regu, seperti sepak bola dan bola basket, setiap individu merupakan bagian dari tim yang kohesif, sehingga mereka sesungguhnya tangguh secara individu dan dalam satu tim.

Dalam praktek kehidupan sehari-hari dan dalam dunia bisnis, seseorang dengan ketahanan mental tinggi (high mental toughness) mempunyai stamina lebih dalam menghadapi berbagai tekanan. Seorang pebisnis merupakan “atlet” yang selalu siap bermaraton di dunia bisnis baik ketika bergerak sendiri maupun dalam satu tim atau organisasi.

Latihlah mental Anda sekenyal mungkin, dengan membekali diri dengan 4C.[]

KONTAN WEEKLY, 21-27 Maret 2016

Pin It on Pinterest

Share This