Select Page

boeing_dreamliner450

Kontan Logo

[Download PDF KONTAN Daily Kejayaan dan Masalah Boeing]

oleh Jennie M. Xue

Peluncuran Boeing 787 Dreamliner telah ditunda beberapa kali, namun 140 unitnya kini telah dipakai oleh berbagai maskapai penerbangan, seperti ANA, Air India, dan Japan Airlines. Terhitung September 2014, baru 193 unit diproduksi hingga selesai.

Dreamliner diposisikan sebagai “puncak” kenyamanan perjalanan udara. Setiap 3 detik di dunia ini satu pesawat Boeing diluncurkan. Dan Boeing 787 Dreamliner adalah model terbaru Boeing yang didukung amenitas berteknologi tinggi, lebih lebar, didukung teknologi cahaya yang mengatur mood, dan beroksigen lebih banyak.

Dreamliner dioutsource 70 persen partikelnya ke suppliers di seluruh dunia. Di pusat Boeing kota Seattle, setiap unit Dreamliner hanya tinggal diassembly saja. Namun ternyata outsourcing bukan perkara mudah. Para supplier tidak seragam dalam kualitas dan waktu penyelesaian. Tertundalah peluncuran pertama Boeing 787 Dreamliner.

Untuk produk-produk yang mengandalkan keamanan dan akurasi tingkat tinggi seperti sebuah pesawat terbang, outsourcing komponen secara berlebihan mengandung beberapa resiko. Bayangkan akibat dari komponen yang sub-standar. Pesawat bisa jatuh dan para penumpang bisa menjadi korban. Resiko ini menyebabkan penundaan Dreamliner hingga tiga tahun.

Pertama, perbedaan spek miniskul saja bisa menyebabkan keseluruhan desain dan sistem tidak berjalan semestinya. Kedua, setiap supplier mempunyai “redundansi dan kelalaian mikro” yang bisa menumpuk sehingga menyebabkan “kegagalan mikro” yang krusial dan membengkak menjadi kegagalan besar. Ketiga, masalah kompatibiltas yang tidak bisa langsung dites secara langsung, setelah satu prototip diselesaikan, mengingat pengiriman setiap elemen dari negara lain memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Para analis Wall Street tetap percaya bahwa Dreamliner akan menjadi primadona dunia maskapai internasional di beberapa tahun di muka, walaupun memerlukan 1000 unit sebagai break-even point. Di tahun 2011, akhirnya Dreamliner telah diluncurkan ke udara untuk konsumen.

Namun, bagaimana perjalanan Dreamliner sekarang? Semulus peluncuran pertamanya kah?

Dreamliner pertama mendarat tahun 2011 di Osaka dan Nagoya dengan maskapai ANA (All Nippon Air) dari Jepang. Setelah terlambat deliveri 3 tahun sejak 2008. Untuk itu, Boeing perlu membayar ganti rugi dalam nilai yang dirahasiakan mengingat kerugian ANA selama masa tunggu. United Airlines juga telah memesan 50 unit Dreamliner dengan harga USD 8 miliar.

Uniknya, ternyata para penumpang lebih peduli akan kenyenyakan tidur dan apakah ada penumpang lain di kursi sebelah. Dua hal ini merupakan indikator “penerbangan yang nyaman.” Boeing ternyata perlu memperhitungkan dua hal ini selain berbagai amenitas canggih Dreamliner, seperti jendela dengan tombol untuk menggelapkannya daripada menggunakan penutup plastik.

Pengalaman dan kenyamanan bepergian dengan pesawat terbang ditentukan oleh hal-hal di luar fitur produk. Pengalaman berbicara, pelayanan para awak kapal sangat menentukan keberhasilan sebuah maskapai. Bandingkan dengan Qantas sebelum diprivatisasikan dan Garuda beberapa tahun terakhir ini. Ini merupakan tantangan setiap maskapai baik yang menggunakan pesawat mutakhir atau tidak.

Tantangan sekarang adalah memastikan keamanan dan kondisi prima mesin aviasi. The National Transportation Safety Board bersama the Federal Aviation Administration sedang mendiskusikan layak terbangnya Boeing 787. Debat berasal dari baterai litium yang tampaknya mudah terbakar (http://www.thedailybeast.com/articles/2014/05/28/ntsb-doesn-t-think-the-boeingñ787-dreamliner-is-safe-enough-to-fly.html).

Selain “masalah” baterai, manajemen Boeing juga mengalami masalah deadline mengingat para pekerja di bawah serikat buruh plantasi Boeing di Seattle, Washington dikenal cukup vokal sehingga melakukan demo dan mogok kerja. Pabrik baru tanpa serikat buruh memungkinkan untuk bekerja dan deliveri sesuai jadwal dibangun di Charleston, South Carolina. Ini merupakan masalah tersendiri mengingat Hukum Perburuhan AS yang menyatakan bahwa pemindahan tersebut merupakan “praktek diskriminasi” terhadap para pekerja.

Satu pesawat atau seribu pesawat Dreamliner, sejuta masalah setiap hari perlu dihadapi oleh Boeing. Bukankah semakin kolosal suatu produk, semakin detil proses produksinya?[]

KONTAN Daily, Jumat 24 April 2015

Pin It on Pinterest

Share This