oleh Jennie S. Bev
CALIFORNIA, Jaringnews.com - Sebagai calon incumbent alias petahana di Pemilu Presiden Amerika Serikat (AS), 6 November mendatang, Barack Obama perlu bertarung dengan segala daya upaya, lebih daripada hanya sekedar menggunakan retorika inspirasional seperti dalam kampanye 2008. Fakta telah berbicara bahwa beberapa indikator ekonomi menunjukkan kegagalan Obamanomics. Apa itu'Obamanomics'? Apa saja kegagalan-kegagalannya? Di balik kegagalan dan kekacauan, biasanya ada kesempatan-kesempatan emas. Apa saja?
Obamanomics penganut Keynesian yaitu paham dimana pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya 'menjaga' ekuilibrium pasar. Ini artinya berpihak kepada oposisi dari ekonomi 'trickle down'. Konsep efek 'trickle down' percaya bahwa dengan braket pajak yang rendah, semakin banyak pendapatan yang bisa ditabung maka akan semakin menggulirkan roda ekonomi dengan pembelanjaan (spending).
Administrasi Obama juga mengenakan pajak pendapatan yang lebih tinggi bagi individu yang berpenghasilan lebih dari US$ 250 ribu. Kebijakan ini juga mewajibkan perusahaan-perusahaan untuk mensubsidi asuransi kesehatan dan mendirikan kantor pusat di AS. Para pendukung Republikan menentang Obamanomics dengan berbagai alasan yang intinya kebijakan-kebijakan Obama tidak membawa hasil positif dan mengurangi spending mereka yang berpenghasilan tinggi.
Mari kita telaah indikator-indikator ekonomi Obama. Pertumbuhan GDP positif telah berhasil dicapai di Q3 2009 setelah diluncurkannya US$ 787 miliar Paket Stimulus Ekonomi. Krisis properti berkepanjangan telah menelurkan 13,5 juta properti sitaan yang kosong hingga sekarang. Angka pengangguran 8,1 persen, lebih tinggi daripada 7,8 persen yang diwarisinya dari Bush. Setelah direvisi baru-baru ini, angka resmi pengangguran turun menjadi 7,8 persen.
Angka resmi pengangguran ini sebenarnya masih dipertanyakan karena tidak memperhitungkan mereka yang tidak lagi menerima unemployment benefit karena sudah lewat masanya dan mereka yang hanya bekerja paruh waktu alias tidak optimal. Angka sebenarnya bisa mencapai 14,7 persen.
Defisit dari $1,3 triliun yang diwarisi oleh Bush tahun 2009 sekarang sudah menjadi US$ 4,2 triliun. Utang nasional sekarang mencapai US$ 16 triliun, sedangkan di masa Bush hanya US$ 14,4 triliun.
Dalam hal kebijakan, cukup banyak revisi yang dilakukan untuk mencegah terjadinya implosi ekonomi serupa di masa depan. Health Care Reform Act atau Obamacare bertujuan mengucurkan pengeluaran-pengeluaran kesehatan. Dodd-Frank Bank Reform Act meregulasi badan-badan keuangan non-bank seperti hedge funds dan derivatif-derivatifnya seperti credit default swaps. Consumer Financial Protection bertujuan meningkatkan proteksi bagi para konsumen jasa-jasa perbankan.
American JOBS (Jumpstart Our Business Startup) Act merupakan salah satu kebijakan yang mempunyai pengaruh bagi para investor asing. Di sini, ambiguitas di masa lalu berusaha ditekan dengan memperbesar kesempatan untuk berinvestasi. Sebenarnya ini riskan bagi perekonomian makro, namun secara mikro bisa membawa perbaikan earning bagi individu dengan memperbesar kesempatan, misalnya dengan crowdfunding. Dengan memberikan kesempatan untuk berpenghasilan ekstra, diharapkan akan mempertinggi penghasilan negara dari pajak.
Di sini, para investor dan perusahaan asing bisa bergerak. Peluang ini telah dibuka.
Pertama, hedge funds kecil dan menengah sudah dibuka untuk umum tanpa kecuali. Sebelum JOBS Act, regulasi SEC melarang hedge funds untuk mengiklankan jasa-jasa mereka. Namun tetap ada batasan nett worth minimal para investor. Stock offering sudah diizinkan untuk disebarluaskan kepada umum yang disebut 'lifting the ban on general solicitation'.
Kedua, 'lifted ban' ini memungkinkan para investor perusahaan-perusahaan swasta untuk memulai investasi dengan akreditasi 'self-certification'. Hanya dengan pernyataan penghasilan per tahun US$ 200 ribu dan nett worth cair US$ 1 juta mereka sudah bisa memulai.
Ketiga, equity crowdfunding semakin mudah dengan minimal pengawasan dari SEC.Crowdfunding sangat menarik bagi start-up dan funding di bawah US$ 1 juta tidak men-trigger SEC untuk mengaudit. Crowdfunding ini semacam angel investor alias 'siapa saja seberapa besar pun' bisa diterima dengan minimal pengawasan.
Keempat, perusahaan-perusahaan asing semakin dimudahkan untuk menjual saham mereka di NYSE. Persyaratannya: annual revenue minimal US$ 1 miliar yang termasuk kategori emerging growth companies (EGC). Tanpa perlu menunggu pre-filling period dan waiting period, EGC sudah bisa menguji pasar dengan menawarkan kepada Qualified Institutional Buyers (QIB) danInstitutional Accredited Investor (IAI).
Bagi investor dan perusahaan asal Indonesia, ini tantangan untuk masuk ke pasar bursa internasional dan di dunia private equity. Dua perusahaan Indonesia yang listed di NYSE adalah PT Telkom (TLK) dan PT Indosat (IIT). Dengan spirit go international, pasti bisa.[]
Jennie S. Bev, penulis, kolumnis dan pebisnis berbasis di California, AS. Ia bisa dijumpai di JennieSBev.org.
Jaring News, 11 Oktober 2012