Select Page

Luar Biasa

Download LUAR BIASA Jangan Dengarkan Steve Jobs

oleh Jennie M. Xue

Dalam pidato kelulusan Stanford University di tahun 2005, Steve Jobs mengenakan kaos T-shirt warna hitam, celana jins, dan sandal di bawah toga kebesaran akademik. Pidatonya ini telah melegenda. Dengan mudah Anda bisa cari di YouTube. Video pidato ini telah ditonton oleh jutaan orang di seluruh dunia.

Inti dari pidatonya sesungguhnya cukup klise, yaitu jalankan apa yang menjadi passion Anda. Artinya, apapun yang Anda sangat minati dan demikian menarik hati dan semangat Anda, jalankan dengan antusias. Niscaya segala macam prestasi dan uang akan mengikuti keberhasilan dalam passion ini.

Follow your passion. Ini sudah menjadi klise. Namun sesungguhnya, apakah benar? Para motivator dan inspirator di sekeliling kita memang mempunyai niat baik untuk memberi semangat. Demikian juga anggota keluarga dan para sahabat yang ingin melihat kita berhasil dan berbahagia dalam hidup.

Cal Newport, seorang postdoktoral di MIT melakukan penelitian yang menggabungkan antara metode saintifik dengan observasi psikologi populer menuliskan dalam buku yang menjadi best-seller di antara para mahasiswa doktoral dan ahli IT di Silicon Valley berjudul So Good They Can’t Ignore You: Why Skills Trump Passion in the Quest for Work You Love.

Premis buku Cal Newport ini merupakan antitesis dari “follow your passion.” Tesis populer ini seakan-akan mengenyampingkan faktor-faktor penting lainnya, termasuk ketrampilan dan keahlian (skill sets) dan lingkungan untuk “meroket” alias melesat dengan cepat. Dan ini adalah mitos.

Mungkin Anda sudah tahu bahwa passion terbesar Steve Jobs adalah Zen Buddhism. Ia adalah penganut Zen mendalam, selain desain dan kaligrafi. Jadi, jika ia sungguh-sungguh mengikuti passion-nya, ia semestinya sudah lama menjadi biarawan alias biksu Zen di Los Altos Zen Center, yang berlokasi cukup dekat dengan kediaman saya (baca: penulis). Atau, ia telah menjadi seorang kaligrafer ulung yang menuliskan dengan indahnya surat-surat undangan para sosialita atau menjadi seorang perancang layout buku.

Juga banyak orang merasa bahwa passion-nya adalah hal-hal tertentu, maka ia sepantasnya menjadi seseorang yang melakukan hal-hal tersebut setiap hari. Pertanyaannya, apakah passion tersebut mampu menghasilkan cukup uang untuk kebutuhan sehari-hari?

Jika seorang Steve Jobs yang sangat peka akan estetika desain yang simpel dan gaya hidup sederhana sebagaimana prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Zen Buddhism ternyat memilih hidup sebagai seorang biksu atau seorang perancang buku dan penulis kaligrafi, bisakah ia membiayai keluarganya? Jawabannya: tidak.

Sedangkan, untuk biaya hidup di Palo Alto, kota kediaman Steve Jobs sebelum ia meninggal dan di Cupertino, kota kediaman orang tua angkatnya dan kediamannya hingga ia memulai bisnis komputer dengan Steve Wozniak sangat tinggi. Biaya hidup di Silicon Valley yang bagian dari SF Bay Area ini termasuk yang tertinggi se-Amerika Serikat. Sebagai contoh, biaya hidup perbulan keluarga kecil saya ketika mencicil rumah sederhana kelas menengah adalah sekitar USD 8000 lebih. Pemenuhan kebutuhan dasar ini jelas jauh lebih penting daripada mengikuti passion spiritualitas dan estetika desain.

Jadilah Steve Jobs bekerja di berbagai perusahaan IT lokal sebelum ia mendirikan Apple, Inc yang sampai saat ini masih berdiri di Cupertino. Apakah ia mengikuti passion yang disebutnya di dalam pidato wisuda Stanford di tahun 2005? Tidak.

Ia menempatkan passion spiritualitas Zen dan desain simpel yang terinspirasi dari prinsip-prinsip Zen tersebut sebagai filosofi dasar produk-produk komputer dan gadget yang dirancangnya. Tentu mendesain produk-produk IT mutakhir merupakan passion-nya pula, namun ini setelah mengalami proses yang cukup panjang.

Profesor perilaku organisasi Yale University bernama Amy Wrzesniewski telah melakukan studi mengenai pekerjaan, karir dan panggilan hidup (alias “passion-based calling”). Hasil studinya menunjukkan bahwa “pekerjaan” adalah pekerjaan yang perlu dijalankan untuk mencari nafkah, “karir” adalah jalur yang digunakan untuk mengalami peningkatkan kemampuan dan keahlian seseorang, sedangkan “panggilan hidup” berbasis passion merupakan bagian penting dari identitas seseorang.

Mengingat tidak semua panggilan hidup menghasilkan uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka passion hanya menempati posisi di tepian. Pekerjaan yang menggabungkan unsur pekerjaan dengan panggilan hidup dalam proporsi yang sama misalnya seorang dokter. Imbalan uang yang diterima seorang dokter yang berpraktek biasanya cukup besar untuk bisa menikmati taraf hidup yang sangat baik.

Namun kebanyakan “panggilan hidup” tidak memberikan independensi finansial yang cukup untuk membiayai keluarga. Seorang kaligrafer mungkin harus menuliskan lebih dari seribu pucuk surat sebelum bisa membiayai kebutuhan hidup bulanan. Dan ini diluar kemampuan manusia normal.

Sebagai seorang penulis, saya mempunyai aspirasi sangat tinggi yaitu memenangkan Pulitzer atau Nobel Sastra. Tentu ini merupakan perjalanan yang masih cukup jauh dan memerlukan konsentrasi luar biasa dalam meningkatkan kemampuan menulis. Ini adalah “panggilan hidup” yang selama ini saya salurkan melalui menulis kolom-kolom dalam Bahasa Inggris di berbagai media luar negeri, termasuk yang dibaca oleh 2 juta orang setiap bulan. Namun, apakah passion ini menjadi mata pencaharian saya?

Untuk dapat membiayai hidup semata-mata dari menulis kolom saja cukup sulit. Honor menulis tertinggi yang pernah saya tahu hanya sebesar USD 3,50 (tiga setengah dollar) per kata. Tentu saja ini merupakan bayaran yang sangat tinggi untuk honor seorang penulis. Namun jika satu artikel hanya mencakup seribu kata, maka honor yang akan diterima hanya USD 3,500 (tiga ribu lima ratus dollar). Ini belum mencukupi biaya hidup kelas menengah di kota-kota SF Bay Area.

Baik Steve Jobs maupun saya menempatkan passion di samping. Fokus karir utama masih mendekati panggilan tersebut, namun kami memilih yang paling menghasilkan uang, yaitu berwirausaha. Seorang entrepreneur berhasil membutuhkan lebih dari sekedar kemampuan berbahasa, beranalisa, dan menulis kaligrafi. Kemampuan seorang entrepreneur adalah kemampuan yang komprehensif: memimpin tim, mengoperasikan unit-unit usaha, membuat rencana bisnis, menjalankan pemasaran, dan mengevaluasi hasil usaha.

Jadi, ketika mendengarkan pidato dari siapapun, termasuk dari tokoh-tokoh luar biasa seperti Steve Jobs, bandingkan apa yang ia katakan dengan perbuatan yang sesungguhnya. Karena, seringkali apa yang tersirat bukan yang tersurat dan sebaliknya.[]

Luar Biasa, Juni 2014

Pin It on Pinterest

Share This