Select Page


Image Source: Pixabay


[Download PDF KONTAN WEEKLY Hidup Tanpa Cemas]

oleh Jennie M. Xue

Mungkinkah hidup tanpa cemas sama sekali? Bisa. De-stressing adalah skill penting hidup, agar Anda dapat bertahan bekerja dengan giat, fokus, dan produktif. Namun tetap “waras” tanpa mengalami anxiety disorder, stress disorder, atau depresi klinis.

Ini tentu memerlukan latihan yang mendarah daging sehingga menjadi kebiasaan (habit). Kuncinya adalah mengubah frekuensi otak dari Beta menjadi Alpha. Dan ini tidak memerlukan waktu khusus, seperti kursus meditasi ke seorang “guru spiritual.”

Semua ini telah ada di dalam diri sendiri. Yang penting dilakukan adalah bagaimana mengeluarkannya di dalam diri. Dan menjadikannya kebiasaan.

Di masa modern ini, hormon stres kortisol sering kali berlebihan di dalam sistem tubuh. Di masa “manusia gua,” hormon ini dibutuhkan untuk survive.

Jadilah para manusia modern “stuck” dengan hormon kortisol yang berlebihan. Apalagi berbagai kondisi eksternal modern yang memompa negativitas, menjadi “backdrop” kehidupan tak terhindarkan.

Kebiasaan berpikir “ruminating” alias berulang-ulang akan hal yang sama (biasanya hal-hal negatif) juga memompa keluarnya hormon ini terus-menerus. Neural pathways di dalam otak terbentuk oleh kebiasaan berpikir yang terpola dari kebiasaan sehari-hari.

Untuk itu, kenali lima frekuensi otak dan kondisi-kondisinya. Delta, 0-4 Hz, kondisi tertidur lelap. Tetha, 4-7 Hz, relaksasi total. Alpha, 8-12 Hz, sadar, tenang, tanpa takut, dan tanpa cemas. Beta, 12-35 Hz, fokus dan atentif. Gamma, 35-75 Hz blissful dalam damai, kondisi flow mengalir.

Idealnya, dalam bekerja, kita berada dalam kondisi Gamma. Dalam keadaan netral, kita perlu mempertahankan frekuensi Alpha, di mana rasa tenang dan damai menjadi kondisi default.

Jadi, sebaiknya, tidak stuck dalam satu frekuensi, apalagi dalam kondisi Beta berlarut-larut. Fokus tinggi dan atentif berkepanjangan dapat menyebabkan stres. Dengan pikiran ruminating terus-menerus, stres dipelihara.

Beberapa cara mudah untuk keluar dari kondisi Beta adalah dengan mengubah pikiran dalam sekejap. Bagaimana caranya?

Anda bisa menginterupsi ruminasi dengan melakukan hal-hal yang berbeda. Berjalanlah dari poin A ke poin B. Gerak-gerakkan pandangan mata dari kanan ke kiri, kiri ke kanan, kanan ke kiri, dan kiri ke kanan. Berkali-kali.

Intinya, sedapat mungkin lima indera Anda diubah fokusnya. Interupsilah pikiran yang “aneh-aneh” dengan reframing alias memberi kerangka ulang yang positif dan masuk akal.

Misalnya, ketika Anda cemas akan presentasi hari esok, interupsilah pikiran tersebut dengan mengubah kerangka “presentasi cepat berlalu dan semua orang akan mendukung karena persiapan saya baik.” Fokuslah ke masa depan yang baik dan lengkap, bukan ke saat ini di mana Anda merasa cemas.

Ketika stres, berjalanlah di taman selama beberapa menit sambil mengubah sudut pandang dari dekat ke jauh, jauh ke dekat, dari kiri ke kanan, dan kanan ke kiri. Tujuannya adalah mengubah fokus pikiran karena setiap indera kita bermuara ke otak.

Ketika berjalan sambil menginterupsi pikiran ruminasi, di dalam kedua belah sisi otak terjadi aktivitas-aktivitas bilateral. Pada saat ini terjadi, maka frekuensi otak berpindah dari Beta ke frekuensi lainnya. Ketika mencapai frekuensi Alpha, dapat dipastikan kondisi tenang dan damai tercapai.

Apabila Anda memang seorang pesimis, mengubah diri menjadi seorang optimis akan membutuhkan waktu cukup lama. Intinya adalah memindahkan dulu ruminasi frekuensi Beta ke Alpha.

Jadi, ingatlah ketika menginterupsi pikiran, Anda perlu berpikir futuris dalam konteks “yang akan saya lakukan sebaik mungkin.” Bukan dalam konteks “what if this (bad thing) happens” alias “bagaimana jika ini (sesuatu yang buruk) terjadi.”

Mengubah pola pikir negatif ke positif dan pesimis ke optimis sangat berguna bagi masa depan. Karena ini memberi kesempatan bagi frekuensi Alpha untuk muncul, sehingga Anda dapat dengan rileks menyelesaikan berbagai aktivitas.

Aktivitas-aktivitas yang diselesaikan dalam kondisi santai, lebih baik hasilnya daripada yang dijalankan dengan negatif. Dengan dasar pemikiran ini, hentikanlah ruminasi “bagaimana kalau” dan “kalau gagal maka.”

Bagaimana masa lalu turut berperan dalam masa kini dan masa mendatang. Kita semua “diprogram” dalam masa lalu kita. Programming tersebut memang membutuhkan usaha untuk di-unlearn dan undo.

Pertama, ketika timbul rasa cemas, bertanyalah dengan gaya probing (investigatif). Apa sebenarnya yang membuat Anda cemas? Tempat? Orang? Suasana? Aktivitas?

Kedua, kenali perasaan Anda ketika Anda mengingat memori-memori tertentu. Adakah rasa sakit atau tidak nyaman di fisik Anda?

Ketiga, kenali apa yang dapat Anda lakukan untuk mengendalikan perasaan tersebut? Kendalikan perasaan-perasaan negatif dengan berbagai aktivitas eksternal dan internal. Juga, giatkan rasa kuriositas, belas asih, dan berhobi ria.

Selamat hidup tanpa rasa cemas.[]

KONTAN WEEKLY, 27 November – 3 Desember 2017

Pin It on Pinterest

Share This