[Download PDF KONTAN DAILY Helena Rubinstein Pionir Kosmetika Modern]
oleh Jennie M. Xue
Helena Rubinstein (1872-1965) adalah pionir kosmetika modern yang kita kenal sekarang. Dengan visi dan eksekusinya, kaum perempuan masa kini dapat menikmati berbagai kemudahan dalam mempercantik diri. Rubinstein menciptakan “modern beauty” yang saintifik dan aman.
Ada beberapa hal yang perlu kita akui dan teladani dari seorang Helena Rubinstein. Ia sukses sebagai pebisnis, pencipta, pelopor, dan perempuan. Dunia menjadi lebih baik karena almarhumah.
Helena Rubinstein diakui sebagai tokoh legendaris demokratisasi kecantikan dengan standar sains yang unik per individu. Jarang yang tahu bahwa face powder berwarna dan blusher perona pipi, waterproof mascara, adalah tiga ciptaan pentingnya, selain berbagai firming creme yang teruji secara saintifik maupun pseudo-saintifik. Ia juga menciptakan berbagai instrumen spa modern.
Kini, penghargaan The L’Oréal-UNESCO Awards for Women in Science dikenal sebagai Helena Rubinstein Women in Science Awards. Terhitung 1953 hingga 2011, The Helena Rubinstein Foundation mendistribusikan USD 130 juta untuk pendidikan, kesenian, dan komunitas di NYC.
Di eranya, Rubinstein sungguh luar biasa. Prinsip hidupnya dijadikan slogan feminis yang menggetarkan dunia perempuan, “Beauty is Power” dam “No ugly women, only lazy ones.”
Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, mempercantik diri adalah “tabu” bagi perempuan yang tidak berprofesi sebagai pelacur dan aktris. Rubinstein mengubah persepsi tabu tersebut menjadi suatu “empowerment.”
Dilahirkan di Polandia dari keluarga miskin, Rubinstein bermigrasi ke Australia di usia 24 tahun, dengan berbekal 12 botol krim wajah lanolin dan krim anti sinar matahari (sunscreen) parasol. Krim tersebut merupakan cikal-bakal kerajaan kosmetika HR (Helena Rubinstein).
Di masa itu, seorang perempuan muda biasanya dikawal ketika bepergian jauh dengan kapal laut. Namun Rubinstein hanya seorang diri. Keberanian yang disertai dengan kematangan dalam berinteraksi dengan orang banyak membuatnya dihormati sebagai perempuan tangguh.
Sejarah mencatat Madamme Helena Rubinstein sebagai milyuner perempuan pertama di dunia dengan usaha dari keringat sendiri (self-made millionaire). Merek kosmetiknya “Helena Rubinstein” dimulainya di tahun 1902 di Melbourne, Australia, yang kemudian berkembang di Amerika Serikat dan Eropa. Ia menjadikan nama dan dirinya sebagai “merek” alias personal branding.
Di tahun 1915, ia mendirikan salon kecantikan terlengkap “Glamor Factory” di New York City yang kemudian mempunyai cabang di seantero AS. Dua tahun kemudian, ia memproduksi dan mendistribusi sendiri produk-produknya. Untuk pasar salon kecantikan, program “Day of Beauty” yang menggunakan produk-produk perawatan HR sukses besar sehingga mereknya terus melambung.
Dalam periode yang sama, Elizabeth Arden juga sedang mengembangkan konsep kecantikan yang serupa dengan strategi pemasaran dan packaging mewah. Terlepas dari kompetisi ini, Rubinstein berhasil menjual bisnisnya di AS kepada Lehman Brothers sebesar USD 7,3 juta di tahun 1928. Nilai ini setara dengan USD 102 di tahun 2016.
Dengan visinya, ia membeli kembali (buy back) saham bisnisnya sebesar USD 1 juta ketika the Great Depression mengacaukan ekonomi. Dalam beberapa tahun, ia berhasil mengembalikan valuasi bisnisnya hingga berkali-kali lipat lagi. Ia berhasil mengantungi keuntungan USD 5,8 juta lagi yang senilai dengan USD 83 di tahun 2016.
Salah satu asetnya yang paling berharga adalah spa termodern di era itu yang berlokasi di 715 Fifth Avenue lengkap dengan restoran, gym, dan berbagai karya seni masterpiece oleh Joan Miro dan Salvador Dali. Salon tersebut merupakan “pusat kecantikan dunia.”
Apa yang dapat kita teladani dari Madamme Helena Rubinstein?
Pertama, kelas sosial rendah dan keluarga kelahirannya tidak menjadi halangan untuk mewujudkan visi-visinya. Sebagai perempuan, ia mendemokratisasikan elemen “kecantikan” dalam setiap individu. Sebagai pebisnis dan pencipta, ia selalu bersemangat dengan berbagai ide baru yang memberi solusi efektif dan relatif instan.
Kedua, memberi valuasi tinggi terhadap produk-produk ciptaannya, terlepas dari production cost sebenarnya. Valuasi tinggi ini ditunjang dengan personal branding-nya yang sangat berhasil di mana para konsumen mengidentikkan diri mereka dengan Rubinstein dan gaya hidupnya.
Apapun aset diri Anda merupakan bentuk “empowerment” yang dapat digunakan dalam personal branding. Untuk itu, keberanian mewujudkan visi merupakan kunci keberhasilan.[]
KONTAN DAILY, Jumat, 2 Desember 2016