Select Page

KONTAN Daily 30 Nov 2012

[Di bawah adalah versi yang belum diedit.]

oleh Jennie S. Bev

Presiden
SBY mentargetkan pertumbuhan ekonomi 7 persen di 2014 serta memotong emisi 26
persen. Di Kopenhagen, SBY mengumumkan rencana untuk membentuk the Indonesia
Green Investment Fund sebagai katalis pembangunan infrastruktur yang dapat
melipatgandakan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan produksi pangan, dan
memproduksi air bersih. Green investment fund ini bukan untuk memberikan kredit
atau grant, namun menambahkan pembiayaan bagi proyek-proyek di mana bank
pemberi kredit memerlukan injeksi modal ekstra.

Sebenarnya
apa sih “green funding”? Apa mitos dan realitanya?

Green
funding bisa dilihat dari beberapa aspek. Pertama, scope of business yang
positif dan membangun lingkungan dan peradaban, seperti program-program
lingkungan, konservasi sumber daya alam, fair trade dan sebagaimana.
Sebaliknya, scope of business yang negatif, misalnya: alkohol, senjata api,
rokok, perjudian, kosmetik dengan animal test, serta manufaktur yang
menghasilkan poisonous waste ke dalam lingkungan.

Kedua,
green funding juga mencakup performance yang socially responsible, di mana
tidak hanya menghasilkan limbah yang ramah lingkungan, namun juga input
langsung dan tidak langsung-nya berasal dari elemen-elemen yang minimal social
cost dan social debt-nya. Selain itu, financial performance-nya juga harus
positif yang berasal dari socially-conscious investment. 

Ketiga,
green funding atau kendaraan investasi lainnya yang hanya menanamkan modal di
perusahaan-perusahaan yang sadar lingkungan sosial dalam setiap tindakan bisnis
mereka dengan tujuan mempromosikan tanggung jawab lingkungan. “Green fund” bisa
dijumpai baik dalam business scope yang tidak spesifik “hijau” atau “sangat
hijau” seperti tenaga alternatif, transportasi ramah lingkungan, manajemen air
dan sampah, dan gaya hidup berkesinambungan (sustainable).

Sebagai
perbandingan, di Amerika Serikat, “green funding” digunakan untuk meningkatkan
gairah-gairah inisiatif di bidang ramah lingkungan, efisiensi penggunaan sumber
alam, dan renewable energy. The
American Recovery and Reinvestment Act 2009 dikeluarkan dalam rangka
menginjeksi dana bagi percepatan perbaikan ekonomi yang mulai melempem di musim
gugur 2008.

Dana
injeksi sebesar USD 16.8 milyar dijalankan oleh US Department of Energy melalui
departemen Energy Efficiency and Renewable Energy. Green funding yang
dialokasikan Obama ini juga bukan sekedar kredit atau grant/hibah yang bisa
dengan mudah diperoleh karena bentuknya juga merupakan reserve fund, seperti
yang SBY rencanakan. 

Beberapa
bank di AS, misalnya, bekerja sama dengan kota dan negara bagian di AS untuk
membangun fasilitas-fasilitas publik yang “hijau.” Ini menjadi prioritas
mereka.  Beberapa ragam proyek yang
menggunakan “green funding” adalah efisiensi penggunaan energi seperti
menggunakan alat-alat elektronik dengan status “Energy Star,” renewable energy seperti di Sacramento
Municipal Uility District dengan solar highway-nya, membantu penduduk berpendapatan
rendah dalam menyediakan energy efficiency di rumah mereka dengan dana sebesar
$5 milyar, membantu sekolah-sekolah dalam energy efficiency, memberi subsidi
untuk pembelian kendaraan-kendaraan beremisi rendah misalnya dengan mobil
listrik atau hybrid.

Di
setiap negara bagian, green funding ini juga diterapkan secara berbeda. Di
California, instalasi sistem renewable energy, misalnya memungkinkan penerangan
jalan-jalan highway dengan bantuan act ini bagi US highway system. Di Oregon,
tax credit program diberikan kepada aktivitas-aktivitas business energy. Di
Louisiana, membantu penduduk berpendapatan rendah dengan merenovasi rumah
mereka agar “kebal cuaca” dingin dan hujan. Di Nevada, sekolah-sekolah
mengajukan proposal untuk mendapatkan solar panel melalui NV Energy.  Melalui US Department of Energy, USD 2.4
milyar hibah disediakan untuk pemberian baterai untuk kendaraan-kendaraan
listrik dan hybrid.

Jadi,
mitos bahwa “green funding” adalah pembiayaan apa saja yang berhubungan dengan
lingkungan yang hijau dan energy efficiency, tidak sepenuhnya benar. Baik di AS
maupun di Indonesia, green funding adalah pendanaan ekstra setelah funding
regular telah digunakan. Juga green funding tidak serta merta berarti adalah
bentuk investasi baru, namun bisa juga berbentuk grant atau hibah yang
diberikan dengan persyaratan-persyaratan tertentu. 

Model
“green funding” di AS juga tidak sepenuhnya ideal tanpa masalah. Solyndra,
perusahaan manufaktur solar panel di Fremont, California, pada awalnya
merupakan proyek idaman mercu suar, namun pada akhirnya bangkrut karena
mismanajemen dan menyalahgunakan keringanan-keringanan atas nama “green
funding” akselerator perbaikan ekonomi.

Indonesia
bisa banyak belajar dari kesuksesan dan kegagalan green funding di AS yang
diregulasikan ketat, namun loophole-nya masih cukup besar untuk dimanfaatkan
oleh mereka yang punya intensi lain.[]

KONTAN Daily, 30 November 2012

Pin It on Pinterest

Share This