KONTAN Weekly Firestone dan Ebola
oleh Jennie M. Xue
Ketika seluruh dunia sedang panik akan penyebaran cepat virus pemakan daging Ebola, perusahaan roda Firestone menjadi pelopor penanganan dan pencegahan penyebaran penyakit menular epidemik ini. Slogan Firestone klasik adalah: where the rubber meets the road. Ketika karet bertemu jalan. Kali ini, “karet” bertemu virus.
Pusat penanganan Ebola Firestone ini terletak di perkebunan karet Harbel di Liberia yang terletak tidak jauh dari ibukota Monrovia. Perkebunan ini seluas 185 mil persegi dan mempekerjakan 80.000 orang.
Pada tanggal 30 Maret 2014, kasus Ebola pertama dideteksi Firestone ketika istri dari seorang pekerja menunjukkan gejala-gejala penyakit ini: demam dan seperti flu. Sejak itu, Firestone menjadi pelopor penanganan Ebola oleh swasta di Liberia bahkan dunia. Dr. Brendan Flannery, pimpinan US Centers for Disease Control and Prevention di Liberia memuji usaha Firestone yang komprehensif, efektif, inovatif, dan penuh kesungguhan.
Managing Director Firestone Liberia bernama Ed Garcia cepat tanggap dalam menghadapi epidemi ini dengan memanggil seluruh tim manajemen untuk melawan Ebola. Moda krisis digunakan sehingga prioritas utama adalah keselamatan umum, keluarga pasien, dan pasien itu sendiri.
Langkah pertama adalah membentuk divisi Ebola di klinik perusahaan. Selanjutnya, mereka menggunakan pakaian khusus anti zat kimia bernama hazmat suit yang biasa digunakan ketika membersihkan tumpahan karet cair. Mereka juga menggunakan sarung tangan dan pelindung mata yang terhubung dengan pelindung kepala.
Berikutnya, mereka mengkarantina semua anggota keluarga pasien Ebola dan orang-orang yang pernah kontak dengannya. Pasien Ebola sendiri diobservasi dan dirawat sangat intens agar tidak mengalami dehidrasi. Lingkungan pasien Ebola seperti kamar dan benda-benda yang bersentuhan dengannya didisinfektan setiap kali para dokter dan perawat yang menggunakan hazmat suit melakukan tindakan medis.
Selama empat bulan, tidak ada krisis Ebola di perkebunan Firestone. Namun di bulan Agustus, terjadi krisis lagi. Para pasien dirawat di rumah sakit dan klinik-klinik di sekitar perkebunan. Kembali Firestone beraksi dan klinik perawat kembali penuh dengan pasien. Para pasien bukanlah pekerja Firestone, namun para penduduk yang tinggal di sekitar perkebunan.
Pada saat yang sama, pasien Ebola pertama di Amerika Serikat yang berasal dari Liberia Thomas Eric Duncan telah meninggal di Dallas, Texas. Para dokter AS telah gagal mendeteksi gejala-gejala awal yang mirip flu tersebut. Dan obat eksperimen yang diberikan kepada Duncan belum pernah dicoba pada manusia serta berbeda dari obat yang diberikan kepada dua pekerja medis AS yang berhasil disembuhkan.
Penanganan para pasien Ebola oleh Firestone sesungguhnya sederhana, namun Standard of Procedure (SOP) jelas dipatuhi dan dijalankan per tahap dengan sebaik mungkin. Pertama, mengisolasi pasien. Kedua, mengkarantina orang-orang yang pernah kontak dengan pasien. Ketiga, melindungi para pekerja medis dari infeksi dengan berbagai peralatan dan disinfektan.
“Karantina” merupakan kata kunci di sini. Kegagalan penanganan epidemi Ebola oleh pemerintah Liberia, Guinea, dan Sierra Leone disebabkan oleh kegagalan dan ketidakefektifan proses karantina oleh pemerintah. Bahkan, para pasien Ebola ada yang digeletakkan di tengah jalan dengan harapan akan dibawa oleh ambulans.
Namun, mengingat keterbatasan dana dan sumber daya, ternyata hanya yang telah meninggal dunia yang dibawa. Ini menunjukkan strategi penanganan keadaan darurat yang lemah bahkan tidak berjalan.
Dunia medis dan dunia kesehatan publik memuji Firestone sebagai pionir penanganan Ebola terbaik oleh swasta. Ternyata sebuah perusahaan produsen ban dan perkebunan karet bisa lebih baik menangani epidemi daripada departemen kementrian negara. Intinya, manajemen dan SOP yang tepat menciptakan sistem yang dapat digandakan sehingga standar servis dan penanganan keadaan darurat pun bisa ditangani dengan tepat dan baik.
Prioritas Firestone dalam menangani Ebola menunjukkan kejernihan pikiran tim manajemen yang mementingkan kemanusiaan di atas profit. Teladan luar biasa.[]
KONTAN Weekly, 3-9 November 2014