Download KONTAN Daily Era Free Agent
oleh Jennie S. Bev
Perekonomian AS sudah
membaik. Tampak jelas dari banyaknya kendaraan pribadi di jalan-jalan raya dan
di mal-mal. Juga semakin hebatnya derap pasar saham dan pasar nyata. Uniknya,
kali ini perbaikan ekonomi tidak disertai dengan menurunnya angka pengangguran
yang berarti. Masih lebih dari 7 persen angka pengangguran nasional dan angka
pengangguran “di antara teman-teman” yang lebih dari angka resmi nasional.
Sekitar 9 dari 10 teman
pribadi saya yang kehilangan properti mereka karena krisis mortgage yang masih
juga belum berlalu. Namun para pakar ekonomi dan real estate percaya bahwa
tahun 2013 adalah tahun recovery yang patut diperhitungkan. Tahun 2014
semestinya AS sudah kembali seperti sedia kala.
Dengan satu kondisi:
tenaga kerja penuh waktu akan menjadi barang langka. Tenaga kerja lepas alias
freelance atau free agent semakin umum. Para agen asuransi dan sales properti
sudah lama berstatus freelance. Ini sebenarnya kesempatan emas untuk memperoleh
lebih dari penghasilan satu orang saja, mengingat status kerja lepas ini
merupakan bentuk wirausaha alias entrepreneurship yang populer.
Dengan penggunaan Internet dan smartphone yang sudah semakin mendalam, tenaga
lepas sebagai produk dari meratanya kesempatan di seluruh dunia semakin terasa.
Dengan kemampuan kerja serta kualitas ketrampilan yang berstandar
internasional, bisa dipastikan likuiditas dan mobilitas para tenaga lepas
trampil dan terdidik semakin marak. Di negara-negara yang memperbolehkan
dwikewarganegaraan, seperti negara-negara commonwealth eks jajahan Inggris dan
negara-negara berkebijakan imigrasi terbuka, tenaga kerja tidak tertutup di
satu geografis saja.
Lingkungan free agent
perlu didukung dengan lingkungan hukum imigrasi dan ketenagakerjaan yang
terbuka. Para pekerja IT asal India dan Cina, misalnya banyak mengisi
perusahaan-perusahaan IT di Silicon Valley. Di Singapura yang terbuka untuk
pekerja asing, sekitar 1 juta penduduknya adalah ekspatriat.
Di Indonesia, para
pekerja asing belum mendapatkan tempat yang layak mengingat begitu rumit
birokrasi izin kerja dan KITAS. Ini sesungguhnya merugikan Indonesia dari
perspektif pemindahan ketrampilan dan keilmuan. Belum lagi kesempatan yang
hilang alias opportunity cost yang disebabkan oleh lambannya perpindahan
informasi dan kesempatan yang dibuka oleh para pekerja asing.
Fobia asing maupun “fobia
eks terjajah” tampak masih sangat jelas di lingkungan imigrasi dan
ketenagakerjaan Indonesia. Padahal ini tidak perlu terjadi apabila setiap
individu mempunya rasa percaya diri yang memadai serta sistem yang dapat
mengamati setiap individu tanpa kecuali.
Inginkah Anda bekerja di
luar negeri maupun di tanah air untuk perusahaan berbasis di luar? Tentu saja,
saat ini adalah era emas para free agent. Kuncinya adalah sambungan Internet
DSL broadband yang luar biasa cepat, kalau bisa 5 Mbps, dengan 1.5 Mbps
minimal. Juga diperlukan kemampuan berbahasa Inggris yang mendekat native
speaker, selain kemampuan hard skill seperti komputer yang trampil.
Bagi yang memiliki
ketrampilan yang bisa dialihkan dengan mudah via Internet, seperti programming,
desain grafis, menulis, pembukuan, kemampuan membaca X-ray, legal briefing
hukum internasional, database, dan lainnya, silakan mulai “menjual” jasa-jasa
Anda di Web site seperti elance.com dan odesk.com. Fiverr.com pun sudah mulai
digandrungi karena harganya yang sangat terjangkau dan proyek yang mini dan
mikro.
Bagi yang lebih percaya
diri, bisa menawarkan jasa-jasa mereka melalui staffing agency atau agen tenaga
kerja yang sesuai dengan ketrampilan mereka. Anda perlu siap untuk diuji
ketrampilannya dengan sistem online mereka, yang bisa mengkuantifikasikan
kemampuan Anda dengan mendetil.
Perusahaan raksasa,
besar, menengah maupun kecil di AS berduyun-duyun melakukan offshore
outsourcing ke India, Cina, dan Filipina. Yang terakhir ini cukup dekat dengan
Indonesia dari segi gaji. Namun dengan kemampuan berbahasa Inggris ala Amerika
yang menjadi default hampir setiap orang, Filipina mempunyai daya saing jauh
lebih baik daripada Indonesia.
Kultur Filipina yang
sangat terbuka terhadap hal-hal asing menjadi kekuatan ekstra dan memudahkan
penetrasi kultural dari perusahaan pusat ke free agent. Ini masih sulit
dijumpai di antara para pekerja asal Indonesia. Belum lagi budaya yang “senang
diawasi langsung” daripada dipantau hanya dengan Internet dari ribuan mil
jauhnya.
Intinya, saat ekonomi
global masih belum begitu stabil dengan AS dan Eropa Barat yang masih
memperbaiki diri, free agent dari negara mana pun bisa mengambil kesempatan
dalam situasi seperti ini. Free agent membantu recovery ekonomi dengan menekan
pengeluaran. Tanpa benefit seperti asuransi kesehatan dan worker’s compensation
sebagaimana full-timers, para agen lepas yang rendah biaya membantu ekspansi
bisnis di profit center. Zaman ini adalah zaman free agent.[]
KONTAN Daily, Jumat 12 April 2013