Select Page

taxes-450

Stabilitas Logo

oleh Jennie M. Xue

Indonesia baru mulai “demam” tax amnesty, padahal di negara-negara lain, ini makanan sehari-hari. Tax amnesty sendiri merupakan proposisi yang dipandang kurang ideal, mengingat sisi “pemaafan” pelanggaran hukum fiskal dan sisi “sumber revenue/omzet negara” dalam keadaan krisis. Belajar dari berbagai kasus di Amerika Serikat, tax amnesty membawa pro dan kontra yang perlu diperhatikan dalam implementasi di Indonesia.

Menurut Karlyn Bowman, seorang analis polling, 79 persen warga AS yang disurvei memandang mereka yang tidak membayar pajak sebagai “bermoral rendah” sebagaimana aktivitas-aktivitas lainnya yang sama tingkat moralitasnya. Namun, untuk kepentingan budget negara, tax amnesty sering kali merupakan pilihan terakhir.

Pilihan ini diambil oleh pemerintahan Jokowi sebagai sumber pemasukan ekstra IDR 165 trilyun. Sedangkan ekspektasi Bank Indonesia hanya sebesar IDR 53 trilyun. Dalam dua minggu pertama saja, IDR 3,7 trilyun telah diterima negara.

Selama ini, problem penerimaan pajak Indonesia terbatasi oleh jumlah pembayar pajak de facto yang hanya 27 juta orang, padahal populasi negara mencapai 255 juta. Bahkan yang membayarkan pajak penuh hanya 10 juta orang. Diharapkan tax amnesty akan mampu meningkatkan jumlah pembayar pajak de facto.

Selain itu, besarnya dana yang ditempatkan di luar negeri (offshore), terutama di tax heaven seperti Singapura, cukup besar di masa akhir 1990an. Singapura memegang sekitar 2.7 trilyun IDR aset asal Indonesia, baik pribadi maupun perusahaan. Diharapkan dana tersebut direpatriasi ke Indonesia sehingga dapat digunakan untuk berbagai proyek infrastruktur dan dijual sebagai bond.

Semua institusi keuangan yang ditunjuk untuk mengelola dana tersebut perlu mengumpulkan laporan berkala kepada Dinas Perpajakan. Dan dana tersebut perlu dipastikan berada di Indonesia (onshore) selama tiga tahun minimal.

Tambahan revenue yang diputar di dalam roda ekonomi nasional diharapkan meningkatkan kenaikan PDB dari 5.1 persen ke 5.2 persen. Serta meningkatkan budget negara yang dapat dipakai untuk memperbaiki infrastruktur dan welfare sosial.

Amerika Serikat: Tingkat Federal dan Negara Bagian

Setiap tahun, setiap negara bagian AS mempunyai program-program tax amnesty. Namun, di tingkat federal, istilah “tax amnesty” tidak digunakan. Jadi “tax amnesty” di AS berada di tingkat negara bagian dengan legislasi tingkat tersebut dan dikelola oleh Department of Revenue negara bagian tersebut. Yang dibidik adalah para tax delinguent (tax delinguency) di mana penalti ditiadakan dan bunga dihapus sebagian.

Di tingkat negara bagian AS, implementasi “tax amnesty” mirip dengan di Indonesia, di mana ada periode tertentu untuk pembayaran. Cukup dengan mengisi formulir-formulir tertentu, amnesti dapat diberikan sepanjang dalam “statue of limitations.” Selain amnesti, amandemen laporan pajak dapat dilakukan selama diperlukan. Dan ini hanya dapat diberlakukan terhadap pembayar pajak yang memang membayarkan pajaknya di negara bagian tersebut.

Beberapa bentuk “tax amnesty” negara bagian termasuk pajak penjualan via Internet (Internet tax sales) dan pajak-pajak spesifik lainnya, namun pajak properti biasanya tidak pernah mendapatkan “amnesti.” Sebaliknya, pajak properti yang tidak dibayarkan merupakan dasar penyitaan properti oleh negara. Properti tersebut segera dilelang dalam jangka waktu tertentu tergantung kebijakan kota.

Dalam konteks “tax amnesty,” negosiasi term tidak dapat dilakukan. Negosiasi term hanya dapat dilakukan dalam konteks reguler, di mana pembayaran penuh dan bunga penuh wajib dibayarkan, walaupun pembayar pajak tidak menyetujui hasil evaluasi. Evaluasi yang sedang dalam tahap banding tidak bisa menerima tax amnesty, kecuali dibatalkan aplikasinya.

Di tingkat federal, Hukum Perpajakan AS memang memungkinkan untuk pembayaran pajak yang lebih kecil daripada yang semestinya (less than full payment), namun ini memerlukan kondisi-kondisi tertentu. Ini merupakan bentuk “tax amnesty” ala AS.

Pertama, untuk pajak yang tidak pernah dilaporkan, Hukum Perpajakan AS hanya menghitung enam tahun terakhir saja. Jadi tahun-tahun sebelumnya yang tidak pernah dibayarkan, tidak perlu dibayarkan karena telah melampaui “statue of limitations.”

Kedua, untuk hutang pajak yang melampaui USD 50,000 (lima puluh ribu USD), PATCH Act of 2015 menetapkan pembayar pajak tidak diperkenankan memiliki paspor. Selain itu, PATCH Act juga mengesahkan pemerintah untuk menggunakan agensi kolektor hutang pihak ketiga. Negosiasi penurunan suku bunga dari pajak terhutang dan besarnya hutang dimungkinkan.

Kritik tax amnesty di AS lebih bersifat “moralitas” bahwa semestinya para penunda pajak atau tidak dibayarkannya pajak atas alasan apapun, tidaklah merupakan dasar “amnesti” yang intinya merupakan “pemaafan.” Para kritik berpendapat bahwa provisi-provisi pajak telah cukup memberikan nafas bagi para pembayar pajak, sehingga “amnesti” bukan merupakan pilihan yang tepat ketika negara mengalami krisis cash flow.

Di AS yang setiap warga negara cukup umurnya merupakan pembayar pajak, “tax amnesty” bukanlah instrumen untuk menggalakkan de facto jumlah pembayar pajak. Kritik berpendapat bahwa untuk meningkatkan cash flow negara, kuncinya bukanlah tax amnesty, namun perbaikan roda ekonomi dilakukan dengan berbagai kebijakan ekonomi yang mempertinggi perputaran.

Indonesia: Pro dan Kontra 

Ketika “tax amnesty” diluncurkan bulan Juni lalu, IDR menguat 1.2 persen dan Jakarta Composite Index naik 1 persen. Tampaknya hingga hari ini, efek positif masih terlihat. Namun, berdasarkan pengalaman Sunset Policy “tax amnesty” tahun 2008 yang menghasilkan IDR 7.4 trilyun, jumlah ini tidak cukup banyak mengingat penerapannya “soft amnesty” di mana liabilitas pajak tidak dikurangi.

Bagi para pembayar pajak yang taat, mungkin tax amnesty merupakan sesuatu yang kurang sreg, mengingat mereka membayar dengan taat hingga 30 persen pajak pendapatan. Sedangkan para penerima tax amnesty hanya membayarkan 1 hingga 3 persen saja, padahal mereka menghindari dan menunggak sedemikian lama.

Satu kontra lagi bagi pendapatan negara, yaitu hilangnya kesempatan untuk menarik lebih banyak lagi pajak ketika AEOI (Automatic Exchange of Information) diterapkan di tahun 2018. AEOI memungkinkan pelaporan aset yang disimpan offshore sehingga penarikan pajak dapat optimal. Sedangkan tax amnesty hanya menarik 1 hingga 3 persen saja.

Secara umum, tax amnesty lebih menguntungkan daripada merugikan. Namun, timing yang tepat adalah segalanya. Apabila ini merupakan timing yang tepat, maka roda ekonomi Indonesia segera cepat berputar dan kemandekan ekonomi dapat diatasi. Selain itu, tax amnesty merupakan cara yang tepat untuk mendidik para wajib pajak untuk lebih mempertanggungjawabkan pajak mereka. Komparasi dengan AS dapat dipakai sebagai inspirasi, seperti “selalu ada ruang negosiasi” dan berbagai bentuk tax amnesty selain pajak pendapatan.[]

STABILITAS, Agustus 2016

Pin It on Pinterest

Share This