[Download PDF MAJALAH JASA KEUANGAN Februari 2016]
oleh Jennie M. Xue
Dunia telah sangat terdigitalisasi, termasuk dunia perbankan. Diprediksi dalam 5 hingga 10 tahun di muka, institusi bank bukan lagi suatu “tempat” bertransaksi, namun “pengalaman” bertransaksi. Bukan lagi perkara “where,” namun “how.”
Apa saja tantangan dalam dunia perbankan di masa depan? Seperti apakah disrupsi-disrupsi teranyar di dunia perbankan? Bagaimana “aturan main”-nya? Business model akan bermetamorfosis seperti apa?
Pertama, tantangan perbankan di masa depan.
Pahami cara kerja teknologi yang memenuhi kebutuhan para konsumen. Teknologi dalam bentuk hardware maupun software semakin beragam, bahkan kini The Internet of Things telah mempopulerkan rumah pintar (smart homes) yang terhubung dengan berbagai sistem seperti security, health, hygiene, dan landscape. Juga wearable Internet yang telah dipelopori dengan berbagai gadget digital yang menyerupai jam tangan (smart watch) dan pengukur jumlah langkah dan detak jantung (pedometer).
Bedakan dengan “teknologi perbankan” yang lebih custom made untuk bank, yaitu teknologi perangkat keras dan perangkat lunak perbankan khusus hanya memfasilitasi transaksi, alias “mono function,” seperti PIN pad dan banking encryption. Padahal, di masa depan, perbankan sebagai “pengalaman” hanyalah salah satu fungsi dari teknologi-teknologi multi fungsi.
Kedua, disrupsi-disrupsi teranyar.
“Disrupsi” adalah kata kunci bisnis terpenting beberapa tahun terakhir ini. Bisnis-bisnis berbasis sharing economy, seperti Uber dan AirBnB merupakan disrupsi yang tak dapat dipungkiri lagi. Di Indonesia, kita kenal aplikasi Gojek, GrabBike dan lainnya yang juga merupakan bentuk-bentuk disrupsi dalam dunia bisnis transportasi.
Dalam perbankan saat ini, disrupsi masih terbatas, namun ada ekspektasi kuat akan wearable banking dan social media banking. Juga penggabungan fungsi dalam The Internet of Things, termasuk smart home yang berfungsi sebagai smart banking.
Perubahan kultur dan perubahan perilaku konsumen sudah tidak terbendung lagi, sehingga beberapa bank di Eropa telah menggunakan N-Banking wearable (bukan M-Banking alias “mobile banking” seperti di Indonesia). Dengan gelang karet lebar tanpa pretensi, identifikasi konsumen semakin aman dan nyaman dengan teknologi biometriks. Diprediksi, ini akan semakin populer dalam beberapa tahun di muka.
Ketiga, aturan main.
Aturan main perbankan yang berhubungan dengan konsumen jelas akan banyak berubah. Tidak lagi konsumen mendatangi bank, namun bank yang akan mendatangi konsumen. Kebutuhan (need) dan keinginan (want) konsumen dipenuhi dengan mengikuti tren komunikasi digital. Dan generasi milenial merupakan target market penting.
Berdasarkan The Millennial Disruption Index, satu dari tiga individu milenial akan berganti bank dalam 90 hari, 71 persen dari mereka lebih suka ke dokter gigi daripada ke bank, dan 33 persen dari mereka percaya bahwa bank tidak lagi dibutuhkan dalam 5 tahun. Uniknya, 73 persen dari generasi ini lebih mempercayai integritas Google, Amazon, Apple, PayPal, dan Square dalam memberikan pelayanan perbankan daripada bank-bank konsumen konvensional.
Dengan memperhatikan berbagai tren teknologi, individu konsumen, dan perilaku generasi, aturan main menjadi adaptif dan disesuaikan dengan model bisnis, disrupsi teknologi, dan disrupsi kultural dan perilaku. Intinya, teknologi bukanlah penentu arah perbankan, namun sebagai troubleshooter. Penentu arah utama adalah kesempatan dan masalah yang perlu dipecahkan. Ada yang bersifat jangka pendek 3–4 bulan dan ada yang bersifat jangka panjang 2–5 tahun.
Keempat, model bisnis.
Payment gateway PayPal yang didirikan oleh Elon Musk saja telah bermetamorfosis sebagai bank dengan memberikan bunga bagi saldo akun yang didaftarkan ke dalam program money market. Dalam kasus ini, PayPal mengenali kebutuhan konsumen dengan memberikan bunga pasar bagi tabungan money market yang win-win bagi perusahaan dan konsumen. Google dan Apple juga memiliki payment gateway sendiri yang merupakan “quasi” bank era digital.
Bitcoin sebagai digital currency semakin digemari walaupun di beberapa negara telah dilarang dan penciptanya yang “diduga” adalah seorang berwarganegara Australia kini tengah diselidiki. Tidak tertutup berbagai digital currency akan berkembang pesat di The Dark Net (bagian Internet “gelap” yang hanya dapat ditembus dengan proxi tertentu), sehingga digital banking mata uang konvensional semakin perlu membenahi diri agar tidak ketinggalan dari digital currency “di bawah tanah” tersebut.
Akhir kata, dunia perbankan masa depan akan sangat terdisrupsi dengan format terintergrasi dalam gaya hidup, N-banking akan melampaui popularitas M-banking, dan keputusan-keputusan besar akan sangat dipengaruhi oleh perilaku konsumen para generasi milenial yang merupakan generasi yang kritis dan peka teknologi dan ekologi.
Dengan memperhatikan disrupsi-disrupsi di masa depan, maka dunia perbankan Indonesia akan semakin siap dalam menghadapi globalisasi perbankan yang semakin kompleks dan teknis. Era yang amazing and fabulous bagi dunia bisnis.[]
JASA KEUANGAN, Februari 2016