Download ESQUIRE March 2012 Disaster Management by Jennie S. Bev
oleh Jennie S. Bev
Banyak yang berpendapat pria berselingkuh karena seks, sedangkan wanita karena ikatan emosional. Benarkah demikian? Setelah “bencana perselingkuhan” terkuak, bisakah pasangan kembali harmonis seperti dahulu?
Mengapa seorang pria berselingkuh memang mempunyai beberapa kemungkinan. Psikoterapis Dr. Erica Goodstone yang berpraktik di Florida, berpendapat bahwa perselingkuhan disebabkan karena daya tarik yang lebih dari sekadar kekecewaan terhadap perilaku, gaya berdandan, dan sifat dari pasangan. Sering kali, mereka yang memilih berselingkuh telah memiliki segalanya: karier, kemapanan finansial, dan “pasangan jangka panjang” (istri atau pacar) yang baik dan setara.
Goodstone menyatakan, “Penyebab seseorang berselingkuh erat hubungannya dengan apa yang ada di dalam benak sendiri: kekurangsiapan untuk berkomitmen jangka panjang, mempunyai ilusi tertentu tentang hubungan dengan partner selingkuh, mengalami tekanan besar atau kehilangan tokoh penting dalam hidup, mencari quick fix untuk suatu masalah, menginginkan 'high' sesaat, tidak pernah mencintai pasangan jangka panjang, mengalami perubahan dalam hubungan dengan pasangan jangka panjang, atau semata-mata dibesarkan dalam lingkungan yang permisif terhadap ketidaksetiaan, atau mempunyai panutan (role model) yang pernah berselingkuh.”
Dari sudut pandang sains, pasangan biolog evolusioner David P. Barash dan psikiater evolusioner Judith Eve Lipton mempunyai argumen tersendiri mengenai mengapa seorang pria berselingkuh: karena evolusi manusia masih bergerak dan para pemilik sperma mempunyai dorongan berevolusi dengan menyebarkan benih mereka sebanyak mungkin. Tentu alasan sains biologis seperti ini sulit diterima sebagai alasan yang diutarakan kepada pasangan jangka panjang, karena pernyataan ini berarti bisa merusak tatanan norma-norma sosial.
Nyaris senada dengan pendapat ini, psikolog Tricia Orzeck dan Esther Lung dalam penelitian ilmiah mereka menyimpulkan bahwa mereka yang berselingkuh mempunyai karakter kepribadian yang lebih sosial dan aktif dibandingkan pasangan mereka dan mereka yang tidak pernah berselingkuh. Sifat ekstrover dalam diri mereka yang berselingkuh sering kali menimbulkan perasaan superior terhadap pasangan mereka yang introver. Dari perspektif biologi evolusioner, individu yang superior secara biologis mencari pasangan yang superior pula, maka perselingkuhan bisa pula timbul dari dorongan evolusioner ini.
Menurut data dari Orzcek dan Lung, 50 persen pria berselingkuh sedangkan hanya 25 persen wanita berselingkuh. Dari angka ini, 36 persen pria mengakui dan 21 persen wanita mengakui. Angka ini belum tentu menunjukkan bahwa jumlah wanita yang berselingkuh lebih kecil, namun karena tekanan sosial yang lebih menabukan wanita berselingkuh.
Satu lagi yang membuat seseorang berselingkuh: sex addiction. Tentu jenis perselingkuhan ini paling permisif dan tidak memandang bulu siapa partner seksnya. Kalau contoh di atas adalah perselingkuhan yang mempunyai alasan-alasan marital dan relationship, sex addition berdasarkan kelainan hormonal dan psikopatologi yang serius. Bukan character flaw dan bukan karena masalah dalam hubungan perkawinan.
Seorang sex addict termasuk golongan progressive intimacy disorder. Ciri-cirinya antara lain: impuls-impuls fantasi seks dan melakukan perbuatan-perbuatan adiktif yang berhubungan dengan seks, pornografi, dan fetishism. Sebagaimana para pasien kecanduan lainnya, seperti alkohol dan narkotika, sex addicts memerlukan penanganan psikiatri khusus di institusi addiction center. Jika pria atau pasangannya mempunyai impuls-impuls yang tidak bisa dikontrol, kemungkinan besar ia memerlukan penanganan klinis. Namun, pendapat tentang sex addiction vs character flaw masih belum seragam. Dr. Erick Janssen dari The Kinsey Institute manyatakan bahwa definisi “sex addiction” cukup subyektif dan diagnosisnya tergantung dari terapis yang menangani terapi klinis.
Nah, bagaimana dengan anggapan bahwa pria berselingkuh karena seks dan wanita berselingkuh karena ikatan emosional? Ternyata ini hanyalah mitos belaka. Banyak faktor lain yang menyebabkan seseorang berselingkuh. Benang merahnya adalah: peselingkuh membutuhkan asupan mental dan emosional bagi suatu ruang yang muncul baik karena hubungannya dengan orang lain (termasuk pasangan jangka panjang seperti istri atau pacar) maupun dengan diri mereka sendiri.
Lantas, apabila perselingkuhan seorang pria diketahui pasangan jangka panjangnya, bisakah hubungan menjadi normal dan harmonis kembali? Dr. Goodstone memberikan advis berikut.
Pertama-tama, pria sebaiknya mengakui perselingkuhan dan tidak menyalahkan istri atau partner.
Mungkin pria berargumen bahwa ini terjadi karena ia tidak sebaik yang ia duga. Ingat, pria-lah yang berselingkuh, bukan wanitanya. Pria sebaiknya memasang telinga dan mendengarkan bagaimana perselingkuhan yang ia lakukan menyakiti hati pasangannya. Mengeluarkan kata-kata yang “menyerang” harus dihindari. Pria disarankan untuk memBangun jembatan komunikasi secara dewasa. Jika tidak memungkinkan, berkonsultasi dengan psikolog atau terapis pernikahan dan keluarga sangat dianjurkan.
Kedua, jika pria merasionalisasikan perselingkuhannya, hal ini bisa menjadi bumerang jika ternyata menyebabkan perpecahan atau perceraian. Yang penting adalah mengakui apa yang terjadi dan memperbaiki hubungan yang telah retak. Pria sebaiknya mengingat bahwa ia pernah mencintai pasangannya (berikut alasan mengapa ia pertama kali jatuh cinta kepadanya), dan mungkin masih mencintainya, sehingga alangkah baiknya bagi pria untuk memfokuskan pikiran pada apa saja yang menjadi kelebihan dan bukan kekurangan wanitanya.
Apabila sang wanita masih terluka, ia perlu diberi waktu untuk pemulihan. Tentu saja, berapa lama yang dibutuhkannya atau bahkan bisakah luka hatinya disembuhkan menjadi pertanyaan. Jika ternyata lukanya terlalu dalam, kemungkinan bercerai atau pisah pasti ada. Jika begitu, pria perlu menyiapkan mental untuk skenario terburuk ini.
Pria juga perlu membentuk gambaran mental baru tentang hubungan di dalam perkawinan. Dalam hubungan yang diperbarui ini, unsur mendengarkan, memaafkan, dan membentuk “kontrak” baru sangat penting. Dalam “kontrak” ini, pria dan pasangan sebaiknya saling mengingatkan untuk membentuk jalur komunikasi yang efektif.
Untuk peselingkuh wanita, penanganan pasca selingkuh serupa namun setiap individu (baik pria maupun wanita) mempunyai keunikan-keunikan tersendiri yang perlu dipertimbangkan.
Bagaimana kita mendeteksi dan menyikapi pascaperselingkuhan menentukan kualitas hidup dan hubungan dengan pasangan dalam jangka panjang. Kuncinya adalah komunikasi dan membuka pintu untuk perbaikan sikap dan mental attitude. Juga keberanian untuk berkonsultasi kepada profesional apabila diperlukan. []
Esquire, Maret 2012