[Download PDF KONTAN Daily Di Balik Nama Besar Marriott]
oleh Jennie M. Xue
Marriott International (NASDAQ: MAR) mempunyai 18 merek ternama di 80 negara, 4087 properti dan 697.000 kamar. Bagi konsumen, Marriott hotels dikenal legendaris dengan servis, desain, dan interiornya. Di antara para kompetitor, Marriott dikenal dengan indoktrinasi yang mendalam dan kerja tim yang erat.
Keberanian Marriott untuk bekerja sama dengan pemilik properti di negara-negara “beresiko” menunjukkan daya tahan akan resiko yang tinggi. Lokasi-lokasi “beresiko” yang dimaksud termasuk: Iraq, Lybia, India, Rwanda, Mesir, Pakistan, dan Indonesia. Masih ingat bom di hotel Marriott dan Ritz-Carlton tahun 2009 di Jakarta?
Raksasa hotel internasional ini didirikan oleh John Willard Marriott di tahun 1927 dengan diawali dengan pendirian kios root beer di Washington DC. Hotel pertamanya bernama Twin Bridges Marriott Motor Hotel di Arlington, Virginia. Hotel keduanya juga berlokasi di kota yang sama. Kini, Marriott International dipimpin oleh JW (Bill) Marriott, Jr bersama CEO Arne Sorenson.
Pertama, merek-merek legendaris servis berkelas dunia milik Marriott International dijaga secara profesional dengan riset manajemen dan upgrade terus-menerus. Portofolio merek mereka adalah: Marriott Hotels & Resorts, JW Marriott Hotels & Resorts, Renaissance Hotels & Resorts, EDITION Hotels, Autograph Collection, Courtyard, AC Hotels by Marriott, Residence Inn, Fairfield Inn, Marriott Conference Centers, TownePlace Suites, SpringHill Suites, Marriott Vacation Club International, The Ritz-Carlton, Marriott ExecuStay, dan Marriott Executive Apartments
Riset manajemen berupa analisis bisnis dilakukan terus-menerus di setiap titik pelayanan, yang dimulai dari pembuka pintu mobil alias “doorman” yang membawakan koper ke resepsionis, concierge, dan bell captain. Hingga ke tim manajemen yang dengan standar greeting dan pelayanan yang premium. Marriott dikenal dengan regulasi pricing seragam dan berservis yang tinggi nilainya.
Kedua, indoktrinasi tim dalam setiap kesempatan, terutama dalam briefing dan meeting. Standar panggilan bagi setiap pegawai adalah “ladies and gentlemen.” Greeting “salam pembuka” yang dilontarkan kepada para tamu juga telah distandarkan, sehingga keramahtamahan yang merupakan “soft skill” mempunyai ekspektasi seragam.
Ketiga, optimasi desain dan flow sehingga mempunyai revenue per meter persegi yang tertinggi di dalam industri perhotelan. Misalnya, desain beberapa lobi Marriott kini berbentuk oval dan sirkular dengan bar yang menyajikan minuman koktail dan moktail. Ini mengikuti perilaku konsumen yang lebih merasa nyaman dengan bentuk lingkaran sehingga percakapan lebih lancar sehingga konsumsi lebih banyak.
Keempat, mengenal perilaku konsumen dengan analisis data computerized. Dan penerapan harga berdasarkan prinsip demand and supply yang profesional dan tanpa tawar-menawar. Marriott hotels mengkondisikan konsumen mereka dengan program dan harga yang telah ditetapkan oleh manajemen walaupun juga menggunakan software real-time yang memberikan informasi harga terkini dari kompetitor di sekitar. Bisa dipahami mengapa Marriott International beromzet dua kali lipat grup-grup hotel lainnya.
Kelima, menciptakan pengalaman baik yang akan selalu diingat oleh konsumen. Ini membutuhkan pelatihan berkesinambungan dan indoktrinasi ala “ten commandments” para staf yang memberikan standar emas dalam dunia perhotelan. Terlepas dari merek dan pangsa pasar yang hendak dibidik, Marriott mengutamakan servis.
Marriott International juga dikenal sebagai bisnis yang mengandalkan lokasi dengan pemilihan poin-poin strategis nan prima. Di Mumbai, misalnya, lokasi Marriott Hotel bersebelahan dengan pusat perfileman Bollywood, sehingga suplai pelanggan selalu mengalir. Di Jakarta, Marriott Hotel dan Ritz-Carlton bersebelahan di Mega Kuningan, yang dirancang sebagai pusat bisnis era modern ala Orchard Road.
Di balik nama besar Marriott International, disiplin dan indoktrinasi “servis terbaik” terus-menerus dijalankan. Resiko bisa diperkecilkan dengan standar manajemen dan servis terbaik serta suplai pelanggan di titik-titik sibuk lokasi. Status premium membutuhkan kerja keras dan kerja tim yang kompak.[]
KONTAN Daily, Jumat 13 Maret 2015