Download KONTAN Weekly Bubble atau Booming Ekonomi
oleh Jennie M. Xue
Every party must come to an end. Everything that goes up must come down. Setiap pesta pasti berakhir. Apa pun yang naik, pasti akan turun kembali. Ini bukan prinsip ekonomi. Ini prinsip alam. Menurut data dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), pertumbuhan ekonomi Indonesia masih stabil baik berkisar antara 6 persen terhitung 2014 sampai 2018. Apakah ramalan ini tepat? Bisakah kita mengambil keputusan-keputusan penting berdasarkannya?
Jawabannya: Jangan terlalu cepat gembira dulu.
Pertama, amati apakah pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini merupakan ekonomi gelembung (bubble economy). Kedua, bagaimana pertumbuhan ekonomi di negara-negara tetangga. Ketiga, dalam proses economic recovery AS dan Eropa, apakah terjadi gelembung-gelembung baru? Keempat, bagaimana tingkat kepercayaan global yang bermuara kepada pola konsumsi global?
Barack Obama tidak hadir dalam pertemuan APEC di Bali kemarin. Ini memberi angin bagi Cina sebagai superpower dari Asia. Asia Pacific kembali menikmati sorotan sebagaimana periode sebelum Krisis Finansial 1997. Dan sebagaimana di periode tersebut, Asia sekarang juga sedang dibanjiri kredit mudah sehingga terjadi gelembung ekonomi luar biasa. Kota-kota “hantu” alias komunitas-komunitas baru kosong tanpa penghuni bisa ditemui di seantero Cina.
Di emerging market, dana terkucur USD 4 trilyun sehingga terjadi banjir dana murah untuk berbagai kredit, termasuk kredit pembangunan yang hasilnya adalah banjirnya pembangunan bangunan-bangunan raksasa dan properti bagi konsumen. Gelembung di emerging markets belum pecah, sebagaimana di Indonesia. Gelembung-gelembung properti juga sedang terjadi di Kanada, Australia, dan negara-negara Eropa Barat.
Pembelian masal bonds oleh pemerintah AS meningkatkan harga. Bahkan termasuk “junk bonds” yang semestinya berharga rendah. Gelembung kredit pembiayaan kuliah (student loan) kini telah mencapai USD 1 trilyun, yang sudah siap pecah. Mengapa? Karena para lulusan universitas sangat sulit mencari pekerjaan. Sekitar 50 persen dari mereka kembali ke rumah orang tua tanpa kerja, sedangkan hutang sekolah mereka yang berkisar antara USD 30.000 hingga USD 200.000 itu sudah harus mulai dicicil.
Gelembung properti baru di AS sudah terbentuk lagi dengan suku bunga KPR yang sangat rendah sehingga pasar properti naik 11.2 persen di semester pertama 2013. Di negara bagian Arizona, California, Nevada, dan Florida, demam jual-beli rumah super murah kembali merajalela. Gelembung teknologi juga sedang mengembang di Silicon Valley dengan maraknya suntikan-suntikan dana oleh angel investors dan venture capitalists di berbagai startup.
Negara-negara BRIC (Brazil, Russia, India, and China) menikmati pertumbuhan ekonomi luar biasa yang dimulai di tahun 2001 dengan pertemuan G7 di WTO. Kehebatan BRIC dianggap luar biasa mengingat mereka memiliki fungi masing-masing. Cina sebagai pusat manufaktur, India sebagai penerima offshore outsourcing, Russia sebagai penyedia sumber daya alam, dan Brazil sebagai penyedia bahan mentah industri. Harga komoditi global yang meroket membentuk gelembung tersendiri.
Diawali oleh Krisis Finansial AS 2008, investasi dunia berfokus ke Asia. Indonesia sendiri menikmati peningkatan investasi asing serta penguatan mata uang 50 persen terhadap USD. Dalam dua tahun, hutang luar negeri mengganda, apalagi didukung oleh suku bunga yang rendah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan sendirinya meroket hingga lebih dari 6 persen.
Bisa dibaca bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia didukung oleh berbagai gelembung lokal, regional, dan internasioal. Menurut Moody’s compound credit loan growth mencapai 22 persen dan kredit konsumen mencapai 300 persen dibandingkan lima tahun lalu. Kini Bank Indonesia telah membatasi jumlah kartu kredit yang bisa dimiliki seseorang. Kartu kredit tidak bisa diberikan kepada mereka dengan penghasilan kurang dari USD 330.
Cina sendiri bukanlah negeri yang tidak bermasalah sosial dan politik. Kurangnya transparansi, hutang pemerintah lokal, masalah perumahan, pemalsuan, korupsi dan campur tangan politik menghasilkan pembangunan Cina yang “bagus di luar, bermasalah di dalam.” Tampaknya pembangunan Cina juga berfondasi gelembung.
Ketepatan ramalan OECD masih perlu kita buktikan. Namun dengan demikian banyaknya gelembung domestik, regional, dan internasional, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melampaui 6 persen bisa jadi adalah gelembung raksasa yang terdiri dari gelembung-gelembung kecil.[]
KONTAN Weekly, 25 November-1 Desember 2013