KONTAN Daily BOD Apa Bagaimana
oleh Jennie M. Xue
Menjadi anggota Board of Directors merupakan kehormatan. Hanya mereka yang berprestasi atau kenal baik dengan pemegang saham perusahaan.
Sebagai investor di berbagai bisnis dan seseorang yang aktif dalam manajemen perusahaan, Anda punya kesempatan untuk dipinang menjadi salah satu anggota BOD. James Altucher dan Guy Kawasaki misalnya, dikenal sebagai anggota BOD beberapa perusahaan berbasis di Silicon Valley.
Memberi advis keuangan dan arah bisnis yang dibutuhkan dalam lingkup makro. Dengan kata lain, CEO menjalankan apa yang digariskan oleh BOD. Kemampuan analisa dan sintesa level antar perusahaan, dalam konteks industri, regional, dan internasional.
Seorang BOD juga bertindak sebagai investor, maka Andalah yang memegang kendali keuangan mengingat kewajiban fidusiari Anda adalah kepada semua anggota BOD. Dan tentu saja Anda biasanya dibayar dalam bentuk saham dan remunerasi bulanan.
Di Indonesia, BOD seringkali dipilih dari dunia akademis, militer, birokrasi, profesional, dan eksekutif mengingat berbagai birokrasi dan “keunikan” landskap bisnis tanah air. Bandingkan dengan di Silicon Valley yang mengutamakan BOD yang pengalaman di finance, misalnya relasi dekat dengan hedge fund, venture capitalist dan angel investment firm.
BOD bukanlah anggota dewan yang berdiam diri di publik. Malah, mereka adalah pemegang kekuatan di belakang layar. Mempunyai relasi-relasi strategis diperlukan dan ini membutuhkan strategi tersendiri.
Bagi yang pernah studi MBA pasti tahu bahwa sesungguhnya yang penting di sana adalah koneksi bisnis yang terbangun antara para mahasiswa, dosen, dan berbagai instusi keuangan yang menjadi afiliasi. Namun sesungguhnya, bisnis sendiri bisa dipelajari sambil jalan. Jack Welch berkata, “Forget the MBA. Learn to network.”
Anggota BOD adalah para eksekutor yang mempunyai daya “moving and shaking” alias “menggetarkan bisnis.” Dan uniknya, skill ini tidak diajarkan di bangku sekolah bisnis manapun. Anda memerlukan “people plan” bukan hanya “business plan.”
Untuk membangun relasi strategis, prinsip-prinsip bisnis perlu diterapkan, seperti: menambah nilai dan saling mendukung (mutual support). Dan nilai-nilai yang dibangun adalah kerendahan hati, saling berbagi (sinergistik), dan kreasi nilai (value creation). Bahkan John D. Rockefeller sendiri berkata, “A friendship founded on business is better than a business founded on friendship.”
Dengan kata lain seorang anggota BOD mengarahkan financial capital dengan human capital dengan strategi social capital dan relational capital. “Social capital” sendiri dibangun dengan relasi-relasi formal dan informal.
Relasi-relasi strategis Anda mengkristalkan posisi dan daya jual sebagai pakar dalam bidang BOD yang siap untuk diundang dalam “pasar” anggota BOD oleh berbagai perusahaan. Skill utama yang perlu diasah betul adalah leverage.
Apa itu “leverage”? Menggunakan sumber daya semaksimal mungkin. Bisa dengan menggunakan kerangka Six Degrees of Separation dalam perkenalan random dengan berbagai pihak. Dengan social networking profesional seperti LinkedIn, kerja sama bisnis ditawarkan dengan elegan.
Dunia semakin terbuka lebar dengan berbagai teknologi, namun sentuhan langsung merupakan aset yang paling bernilai. Anda tidak bisa hanya dengan kontak melalui FaceBook dan Twitter saja untuk membangun relasi yang baik. Namun ini merupakan pembuka dan pencair es yang baik. Perhatikan juga gaya berelasi dengan berbagai kalangan.
Anda sebagai anggota BOD “menjual” intelek dan relasi antar manusia. Karena pada awal dan akhirnya, Anda perlu berhubungan dengan berbagai pihak dalam melancarkan bisnis yang sedang dibangun.
Seorang anggota BOD adalah “agen perubahan” (agent of change) yang bergerak di belakang layar dan mempunyai orientasi dan relasi yang jelas. Ini merupakan soft skill yang perlu ditingkatkan terus. BOD seringkali dimiskonsepsikan sebagai “puncak” karir, padahal setiap posisi mempunyai siklus dan perlu selalu diasah. Salam hangat.[]
KONTAN Daily, Jumat 5 September 2014