KONTAN Daily Big Data Bagi Manajemen
oleh Jennie M. Xue
Big data merupakan tren terbaru dalam dunia business intelligence (BI) alias “espionase bisnis.” Business Intelligence sendiri dapat didefinisikan sebagai berbagai proses, teknologi, dan alat yang digunakan dalam mengubah data menjadi informasi, informasi menjadi pengetahuan, dan pengetahuan menjadi rencana yang meningkatkan keuntungan bisnis. Demikian dari The Data Warehousing Institute.
BI mempunyai fungsi penting dalam pengambilan keputusan di dalam bisnis. Ketika bisnis semakin rumit dan optimasi berbagai fungsi perlu dilakukan, BI memungkinkan pengambilan keputusan yang didukung dengan informasi yang kuat. Teknologi big data dimungkinkan karena teknologi Internet telah saling terkoneksi sedemikian rupa sehingga analisis dan organisasi pengetahuan menjadi penyuplai “bahan baku” pengambilan keputusan.
Data merupakan “bahan baku” pengambilan keputusan, seperti sales revenue per produk, siapa saja konsumennya lengkap dengan data demografi, dan biaya produksi per unit. Dan big data memungkinkan data langsung “men-trigger” aksi atau reaksi tertentu yang “memancing” proses pembelanjaan berikutnya, baik bagi perusahaan maupun konsumen.
Sebagai contoh, Target Department Store dengan logo lingkaran merah menyala dan department store lainnya di Amerika Serikat mengamati perilaku konsumen dengan sangat ketat. Apalagi dengan penggunaan kartu kredit dan kartu debit yang memungkinkan monitoring konsumen termasuk lokasi tempat tinggal, perkiraan penghasilan dan pengeluaran, kebiasaan berbelanja, dan produk-produk apa saja yang dibeli dalam jangka waktu tertentu. Semua ini adalah bagian dari BI dengan big data yang sering kali luput dari pengamatan publik.
Dibalik setiap struk belanja, biasanya ada printout kupon-kupon untuk produk-produk yang pernah dibeli atau produk-produk substitusinya. Sekali-sekali, ada juga kupon-kupon atau informasi tentang harga diskon yang dicetak atas dasar “analisis” big data setelah dikomparasikan dengan data yang didapat dari ribuan konsumen lainnya.
Suatu ketika, seorang gadis berusia 19 tahun sebutlah namanya Annie yang baru saja membeli alat pengecek kehamilan (pregnancy check stick). Beberapa hari kemudian ia kembali ke department store tersebut dan membeli beberapa botol multivitamin berdosis tinggi. Ia juga membeli tas berukuran cukup besar namun bukan tas perlengkapan bayi. Seminggu kemudian, department store tersebut mengirimkan brosur pemasaran khusus untuk berbagai perlengkapan, makanan, dan mainan bayi ke rumahnya.
Ternyata, brosur tersebut diterima dan dibaca oleh orang tua si gadis. Dengan wajah “penuh tanda tanya,” si ayah yang mengerti mengenai cara kerja big data mengernyitkan dahi dan bertanya kepada putrinya, “Ada apa denganmu? Mengapa department store menawarkan produk-produk bayi?” Dengan berat hati, si gadis artinya membuka diri dan mengakui bahwa ia baru saja mengetahui bahwa ia hamil.
Bisa dibayangkan kehebatan big data dalam interaksi dan dinamika keluarga? Program-program komputer menggunakan big data untuk mengenal diri Anda dan mengetahui apa saja kebutuhan Anda sebelum Anda sendiri menyadarinya.
The Internet of Things, yaitu teknologi yang dihubungkan dengan Internet, juga mengandalkan big data dalam menentukan “reaksi otomatis.” Bayangkan jika rumah Anda terkoneksi oleh Internet seluruhnya.
Mulai dari pintu depan, pintu belakang, dan semua jendela yang termonitor dan terkoneksi ke dinas kepolisian, lemari pendingin makanan yang dapat mengetahui produk apa saja yang telah habis sehingga ia secara otomatis mengorder via Internet ke supermarket untuk mengisi kembali stok, dan suhu ruangan yang terhubung dengan sistem HVAC dan Internet yang memonitor cuaca di sekitar rumah, sehingga ia dapat menutup dan membuka jendela secara otomatis dan menyalakan heater ketika salju mulai turun.
Belum lagi ketika jam tangan Anda yang berfungsi sekaligus sebagai pemonitor detak jantung yang terhubung dengan jutaan orang di dunia melalui Internet, sehingga pola-pola detak jantung abnormal membentuk grafik. Grafik detak jantung abnormal yang dikomparasikan dengan jutaan orang lainnya mampu memberikan alert keadaan “darurat menjelang serangan jantung.”
Ketika data sedemikian lengkapnya, manusia berposisi kehormatan sebagai pengambil keputusan administratif dan etis. Era big data sudah tiba. Peradaban manusia sudah semakin kompleks dan tugas manusia akan selalu berhubungan dengan big data.[]
KONTAN Daily, Jumat 9 Januari 2015