Select Page

Kontan

Download KONTAN Bersiap Menyambut 2015

oleh Jennie S. Bev

Saat ini adalah waktu tepat memulai bisnis baru alias berinvestasi di Indonesia. Mengapa? ASEAN Free Trade Area (AFTA) akan dijalankan dengan akselerasi penuh di tahun 2015. Gunakan tiga tahun ini sebagai masa inkubasi bisnis global alami. Dengan total populasi negara-negara ASEAN sebanyak 600 juta jiwa, bayangkan besarnya pasar konsumen. 

Bagi pelaku bisnis kecil dan menengah, mendengar kata “investasi” mungkin membuat bulu kuduk berdiri karena membayangkan duit triliunan dollar. Sesungguhnya, AFTA juga memberi peluang bagi pebisnis kecil dan menengah. Apalagi dengan menggunakan sarana internet yang dapat menjangkau tempat-tempat terpencil. Kunci kesuksesan tergantung dari kerjasama yang baik antara legislatif, eksekutif, sektor publik dengan swasta.

 Penerapan penuh AFTA 2015 menjanjikan empat hal yang mencakup 10 negara anggota ASEAN (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja) serta negara-negara yang telah menandatangani perjanjian bilateral (China, Jepang, Korea, India, Australia, dan Selandia Baru).

Pertama, pasar kolosal itu menihilkan tarif impor secara total. Kedua, ASEAN Master Plan menghubungkan negara-negara ASEAN dengan infrastruktur bangunan (jalan, jembatan, dan lain-lain) serta pertukaran SDM dengan kapital investasi US$ 1 triliun.

Ketiga, kerjasama dibentuk dengan berbagai SME, sehingga memberi kesempatan kerja yang saling mendukung dalam pertukaran SDM. Keempat, perjanjian bilateral dengan enam negara non-ASEAN di Pasifik memberi kesempatan free trade yang lebih menguntungkan.

Pemerintah Indonesia sedang mempersiapkan berbagai kebijakan yang mendukung full-fledged globalisasi ini, sehingga pertukaran ekonomi, teknologi, informasi, dan SDM tidak terbentur hal-hal birokratis. Satu terobosan yang sedang diajukan oleh Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal adalah dwikewarganegaraan bagi WNI yang bermukim di luar negeri. Ia menjanjikan agenda ini akan diajukan ke legislatif dan eksekutif.

Manfaat dwi WN

Nasionalisme sudah tidak lagi mempunyai arti yang parokial dan sempit, bahkan ultra. Konsep nasionalisme menghambat pertumbuhan ekonomi dan kapasitas politik. Sudah saatnya bagi Indonesia mempunyai hukum keimigrasian yang lebih terbuka, sehingga aneka pertukaran bermakna bisa dilakukan tanpa benturan hukum yang menghambat pembangunan ekonomi, politik, dan sosial.

Dua bentuk dwikewarganegaraan yang patut dipertimbangkan adalah kewarganegaraan supra (supra-national citizenship) dan overseas citizenship. Idealnya, dua bentuk ini sama-sama diterapkan sehingga semua WNI mempunyai hak dan kesempatan yang sama mendirikan bisnis secara legal maupun bekerja di negara-negara lain.

Bentuk kewarganegaraan supra ini dinikmati oleh WN Uni Eropa yang bisa bekerja dan tinggal di negara anggota Uni Eropa mana pun. Namun hanya bisa memilih dan jadi wakil rakyat di negara asalnya.

Bentuk dwikewarganegaraan “pseudo” India yaitu overseas citizenship of India (OCI) memberikan hak kepada warga-negaranya untuk jadi WN lain. Tapi tetap mempunyai hak-hak terbatas sebagai WN India.

India termasuk salah satu yang paling menikmati keuntungan ekonomi dengan OCI. Sejak 1995 hingga 2005,15% perusahaan baru di Silicon Valley didirikan dan dipimpin oleh imigran India. Sejak itu pula marak tren tenaga alihdaya dari Silicon Valley ke India.

Yang menarik, tenaga alihdaya dari AS ke India tak terbatas pada pembuatan peranti komputer dan jasa customer service. Kini, termasuk outsourcing tenaga profesional yang luar biasa tinggi harganya di AS. Seperti tax preparation, lawyering, medical technology.

Jembatan tidak terlihat antara India lokal dengan India di perantauan memberikan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi, yang semestinya bisa kita tiru. Bayangkan, tak terbatasnya sektor-sektor yang bisa dimasuki dengan kelancaran adanya dwikewarganegaraan.

Selain itu Indonesia perlu memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan pendidikan bertaraf internasional serta kemampuan berbahasa asing selain Inggris. Bahasa China dan Spanyol sangat membantu karena populasi dunia yang berbahasa ini cukup besar. Ini membuka peluang bisnis pendidikan dan pelatihan SDM untuk bertarung di pasar terbuka, termasuk sertifikasi internasional dan penyetaraan gelar akademis.

Berbagai aspek hukum dan kebijakan ekonomi serta moneter dalam menghadapi AFTA 2015 sangat menentukan keberhasilan Indonesia. Ini bisa dimulai dengan menjunjung keragaman dan pluralisme di masyarakat. Sebab, kebangkitan ekonomi tidak terlepas dari kekompakan antara SDM, hukum, kebijakan, dan kestabilan politik serta ekonomi.[]

Kontan, 13-19 Februari 2012

Pin It on Pinterest

Share This