[Download PDF KONTAN WEEKLY Berpikir Negatif Yang Positif]
oleh Jennie M. Xue
Doktrin berpikir positif (positive thinking) digunakan oleh para motivator dan inspirator. Dengan optimisme yang merupakan “buah” dari berpikir positif, setiap langkah yang masih belum jelas dijalankan dengan keyakinan (faith).
Berpikir positif berguna dalam menciptakan iklim pembelajaran kondusif sehingga tidak ada rasa takut. Berpikir positif juga memberikan ambians segar dalam mengeksekusi sesuatu hingga selesai. Berpikir positif berguna dalam melahirkan optimisme sehingga setiap kegagalan tidak menghentikan langkah.
Namun, sesungguhnya berpikir positif 100% bukanlah fondasi dalam pencarian solusi akan suatu masalah. Seseorang yang hanya berpikir positif saja, tidak bisa dipastikan berhasil, mengingat ini merupakan cerminan “kenaifan” dan “tidak hidup dalam realita.”
Contohnya, setiap perjanjian hukum (legal agreement) pasti mempertimbangkan beberapa skenario yang masih merupakan “hipotesis” akan kejadian-kejadian wanprestasi (breach of contract). Tanpa mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan wanprestasi, perjanjian akan dipenuhi oleh lubang-lubang menganga (legal loopholes) yang sangat merugikan.
Tidak hanya terbatas akan profesi-profesi yang berhubungan dengan hukum saja yang berfondasi “negativity thinking.” Seorang aktivis dan jurnalis juga berpola pikir “negatif,” karena memang pekerjaan mereka untuk mengkritisi sistem dan imbasnya. Juga banyak profesi lainnya.
Apabila Anda telah sangat menginternalisasi “negativity thinking,” apa efeknya bagi diri Anda dalam jangka panjang? Burukkah seseorang yang dominan berpikir negatif?
Mengingat premis “what you think, you’ll become” alias “apa yang Anda pikirkan akan menjadi kenyataan,” apakah dengan berpikir negatif artinya hidup Anda telah pasti terpuruk dalam kegelapan selamanya? Mari kita jawab.
Berbagai premis positivity and positive thinking memang sangat mudah dijual, apalagi ketika seminar-seminar motivasional sedang laris. Faktanya, penelitian para pakar Psikologi menunjukkan bahwa visualisasi berbagai gol tidaklah menjamin pencapaian apabila eksekusi dijalankan dengan sembarangan.
Dengan kata lain, membayangkan hidup di rumah mewah tidak menjamin Anda pasti mendapatkannya selama Anda tidak menjalankan aktivitas-aktivitas strategis yang bermuara kepada eksekusi yang ditargetkan. Berharap saja sambil bervisualisasi secara pasif bukanlah jaminan harapan tercapai.
Yang “menjamin” adalah eksekusi tiap hari sedikit demi sedikit dengan strategi tepat sehingga destinasi semakin dekat.
Data dari berbagai survei di berbagai negara oleh The Gallup Poll yang menggunakan variabel PDB per kapita, ekspektansi hidup dan kesehatan, tingkat korupsi, dan kebebasan sosial menunjukkan bahwa penduduk negara-negara yang paling “happy” bukanlah mereka yang mengandalkan buku-buku motivasi dan para motivator bernuansa “berpikir positif.” Sepuluh negara paling positif (happy) di dunia adalah: Swiss, Iceland, Denmark, Norwegia, Kanada, Finlandia, Belanda, Swedia, Selandia Baru, dan Australia.
Jika Anda tidak mampu “berpikir positif setiap saat,” bergembiralah. Karena hidup memang bukan untuk mengejar hal-hal positif dan “kebahagiaan” belaka, namun untuk memahami mengapa hal-hal tertentu terjadi. Baik positif maupun negatif.
Seseorang bermental kenyal (tough but flexible) mengenal hidup yang tidak selalu “positif” dan tujuannya hidupnya bukanlah untuk mencapai kebahagiaan (to achieve happiness). Seseorang bermental kenyal mengenali bagaimana tetap bertahan dan tetap mengeksekusi setiap langkah yang diperlukan untuk mencapai gol tertentu.
Terkadang negativitas diperlukan sebagai rambu tanda bahaya. Bisakah Anda selamat dari terjun tebing tanpa adanya tali pengaman namun hanya berbekal pikiran positif? Tentu tidak.
Janganlah bermusuhan dengan negativitas dan pikiran negatif, karena mereka adalah sahabat kita dalam evolusi biologi sejak ribuan tahun lampau. Apabila nenek moyang kita pemburu selalu berpikir positif, bisa jadi mereka lama jadi santapan binatang liar. Negativitas membuat kita alert, bersiaga dan siap tempur.
Negativitas merupakan metakognisi yang perlu kita hargai, sepanjang tidak sampai mengganggu aktivitas sehari-hari. Dengan kata lain, negativitas membuat kita lebih berhati-hati, namun jangan sampai membuat kita menjadi penakut.
Jika Anda kerap berpikir negatif sehingga diejek teman sebagai seorang “pesimis,” jangan kecil hati. Kesuksesan Anda dalam hidup, karir, dan bisnis tidak dibentuk oleh pikiran positif namun oleh kemampuan mengeksekusi setiap langkah dalam merealisasi gol.
Berpikir positif membantu suasana kerja agar nyaman sehingga fokus lebih terjaga. Namun negativitas merupakan rambu tanda bahaya yang perlu diperhatikan.[]
KONTAN WEEKLY, 18-24 Juli 2016