Select Page

[Download PDF KONTAN WEEKLY Berkarir dalam Ekonomi Gig]

oleh Jennie M. Xue

Abad 21 merupakan era ekonomi gig. Anda pasti telah menikmatinya, minimal dengan kehadiran Go-Jek, Grab, dan Uber. Wujud dari ekonomi gig adalah kesempatan bekerja tanpa batas, kompetisi juga tanpa batas, dan penghasilan yang sudah pasti tanpa batas pula.

“Gig” di sini dapat diartikan bebas sebagai proyek-proyek singkat atau “assignment.” Writing gig, misalnya, berarti proyek penulisan (seperti Freelancer). Driving gig, misalnya, berarti proyek pengantaran (seperti Uber). Handyman gig, misalnya, berarti proyek sebagai tukang (seperti TaskRabbit).

Ini merupakan kesempatan emas bagi siapa saja untuk berkembang optimal dengan menciptakan kesempatan bagi diri sendiri. Dengan manajemen waktu yang baik, hampir mustahil untuk gagal dalam ekonomi gig ini.

Sungguh sangat banyak kesempatan. Perhatikanlah. Uber telah menggantikan taksi-taksi meteran. AirBnB menggantikan kamar-kamar hotel dan motel. Go-Jek menggantikan ojek-ojek tradisional.

Para pekerja lepas kini bergabung di situs-situs freelancer seperti Freelancer, Upwork, Microworker, Minijobz, ShortTask, GigBucks, Fiverr, dan TaskRabbit daripada bekerja full-time 10 jam di kantor. Dan para pengrajin bergabung dengan situs-situs seperti Etsy dan Kuka untuk menjual produk-produk mereka daripada di toko atau mal.

Anda dapat bekerja sesuai dengan gol yang hendak dicapai. Misalnya, Anda ingin menghasilkan Rp 10 juta per hari. Ini sangat dimungkinkan. Intinya Anda hanya perlu selesaikan 10 gig atau menjual 10 produk senilai Rp 1 juta per hari. Dengan berbagai skill yang diperlukan dalam ekonomi gig ini, gunakan situs yang sesuai dan bangun pasar dengan cerdas.

Jika Anda sedang berpikir keras apakah saat ini adalah waktu terbaik untuk go freelance, jawabannya mudah: bisa jadi. Selain penghasilan tanpa batas, ekonomi gig memungkinkan hidup dalam keseimbangan dan membuktikan “survival of the fittest.”

Pertama, hidup perlu keseimbangan fisik dan psikis.
Kita perlu hidup dalam keseimbangan, di mana fisik dan psikis sama-sama optimal dan positif. Kebebasan menggunakan waktu dan sumber daya ekonomi gig memungkinkan berolah raga rutin, makan makanan sehat, dan meningkatkan spiritualitas secara baik.

Kedua, kreativitas dapat dipacu.
Kompetisi sempurna dalam ekonomi gig memacu kreativitas agar kualitas dan kuantitas selalu dapat ditingkatkan guna memenangkan gig. Ini memperkuat ikatan neurotransmitter di dalam otak dan menjadikan diri semakin ulet dan kenyal. Survival of the fittest berjalan secara organik.

Ketiga, karir dapat diukur.
Ekonomi gig merekam semua gig yang pernah dijalankan dan produk yang telah dijual. Pengukuran ini memudahkan evaluasi perjalanan karir dan bisnis. Analisis pasang-surut juga semakin efisien dan efektif. Kembali survival of the fittest berjalan secara alami.

Keempat, kepuasan mengingat aktualisasi diri berasal dari hati, bukan “paksaan” dari luar.
Setiap freelancer yang bekerja sesuai dengan kata hati mendapatkan kepuasan karena mereka tidak “terpaksa” bekerja di kantor yang terkadang penuh politik kantor. Mereka dapat memilih kapan bekerja dan untuk berapa lama. Sepanjang gol finansial tercapai, “sukses” di tangan.

Intinya, ekonomi gig memberi kesempatan bagi setiap orang untuk mempunyai pekerjaan. Tidak ada lagi kosa kata “pengangguran.” Sepanjang Anda memilih untuk mengerjakan suatu gig dengan baik, Anda punya pekerjaan. Mudah sekali kok, hanya dengan bergabung dengan situs-situs dan aplikasi-aplikasi ekonomi gig saja.

Selain solusi finansial, ekonomi gig meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Tidak ada lagi alasan “tidak ada waktu berolah raga,” karena Anda yang menentukan sendiri kapan bekerja dan bermain. Tidak ada lagi alasan “tidak ada waktu berlibur,” karena Anda dapat menentukan sendiri kapan hari kerja dan kapan hari libur. Dan tidak ada lagi istilah “saya pengangguran.”

Penulis sendiri adalah pendukung ekonomi gigi sejak belasan tahun lampau. Seorang freelancer dengan skill memadai dapat dengan mudah menggunakan berbagai situs yang mengantarnya ke muka ribuan pengguna. Dengan hanya memegang belasan klien, misalnya, ia dapat berpenghasilan melampaui seorang pekerja penuh waktu di kantor.

Intinya tentu saja skill yang kompetitif di era Internet ini. Tidak ada lagi kata “pengangguran.” Yang ada hanyalah “kurang proaktif” dan “kurang kompetitif” dalam persaingan antar pekerja gig.[]

KONTAN WEEKLY, 6-12 Februari 2017

Pin It on Pinterest

Share This