Select Page


[Download PDF KONTAN DAILY Berbagai Instrumen Negosiasi]

oleh Jennie M. Xue

Dalam setiap transaksi atau kolaborasi bisnis, ada fase negosiasi. Biasanya ini terjadi di awal hubungan kerja. Bahkan awal dari hubungan kerja dan sinergi kerja sama juga melibatkan negosiasi.

Dalam artikel ini, kita bahas sebenarnya apa sih “negosiasi” itu? Bisakah dipelajari? Apa saja instrumen-instrumennya?

Menurut pakar negosiasi Roger J. Volkema dalam bukunya The Negotiation Toolkit, negosiasi tidaklah sebatas tawar-menawar dan ini adalah ketrampilan yang dapat dipelajari. Tawar-menawar (bargaining) bertujuan untuk mencapai harga beli tertentu, sedangkan negosiasi adalah komunikasi dua pihak yang menentukan perilaku dalam tahap selanjutnya. Walaupun tawar-menawar adalah juga bagian dari negosiasi, ini tidak dapat diterapkan sebaliknya.

Tentu saja negosiasi adalah skill yang bisa dipelajari. Ini adalah soft skills penting yang dapat dipakai dalam segala situasi.

Pertama, kenali kapan Anda tidak perlu bernegosiasi. Bisa saja situasi bernegosiasi akan menempatkan Anda dalam posisi sulit dan membahayakan jiwa atau kesehatan psikis. Selain itu, jika Anda sedang tidak siap jiwa dan raga, tidaklah perlu memaksakan diri untuk bernegosiasi.

Apabila Anda kenal seseorang yang mempunyai skill bernegosiasi lebih baik, sebaiknya tugas ini didelegasikan. Perhatikan juga lawan negosiasi, apakah ia mempunyai akal sehat yang baik? Jika tidak, ada baiknya untuk berhenti saat itu juga.

Untuk mengenali apakah negosiasi merupakan pilihan yang tepat, tanyakan tiga hal ini. Satu, apa yang sebenarnya menjadi tujuan Anda dalam bernegosiasi? Dua, adakah alasan lawan untuk bernegosiasi dengan Anda? Dengan kata lain, apa untungnya bagi mereka? Tiga, apakah ada alternatif lain? Apa saja alternatif-alternatif tersebut?

Dalam bernegosiasi, apa saja instrumen-instrumen yang dapat digunakan?

Volkema mengajukan delapan instrumen yang dapat diidentifikasi dan diaplikasi dalam setiap negosiasi.

Satu, tawaran awal yang sangat bagus untuk mencatat respons lawan. Apakah ia terkejut, gembira, atau kecewa? Ini menentukan langkah selanjutnya. Misalnya ia menanggapi dengan hangat, maka ia

Dua, gunakan tenggat waktu (deadline). Dengan menyatakan bahwa “tawaran ini hanya berlaku hari ini,” maka lawan akan mempercepat keputusan. Tentu saja ini hanya dapat diterapkan dengan mengikuti Hukum Bisnis di lokasi bersangkutan, karena bisa saja malah dilaporkan ke lembaga konsumen karena “memperdaya” konsumen.

Tiga, tunda. Dengan menunda memberi jawaban, misalnya, maka keseriusan lawan dapat terlihat. Apakah mereka tampak resah? Dan bersedia mengubah posisi? Taktik ini sering digunakan agar “tidak tampak ngebet.”

Empat, tempatkan pembatas. Tentukan batas-batas negosiasi. Maksudnya, ada hal-hal tertentu yang tidak boleh dilanggar atau ditawar lagi. Baik harga maupun kondisi-kondisi yang dinegosiasikan.

Lima, bangun kompetisi. Taktik ini sangat umum, namun sebaiknya sungguh-sungguh ada kompetitor yang sebenarnya, bukan kompetitor “hasil karangan belaka.” Negosiasi tetap perlu menjunjung tinggi etika.

Enam, mulailah negosiasi dengan konsesi. Preferensi konsesi dapat menentukan tingkat kepuasan di pihak lawan, sehingga negosiasi berjalan semakin positif.

Tujuh, investasi. Taktik ini membutuhkan biaya untuk menarik hati lawan. Apa yang bisa dijadikan “investasi” beretika, silakan dilakukan. Hindari “investasi” yang tidak beretika, tidak senonoh, dan melanggar hukum.

Delapan, otoritas. Taktik ini biasanya digunakan dalam penjualan mobil-mobil baru, di mana harga pabrik dan harga dealer dapat dijadikan patokan negosiasi. Namun negosiasi sejatinya tidak terbatas tawar-menawar (bargaining).

Sedangkan gaya bernegosiasi sendiri dapat dibedakan dalam lima jenis: berkompetisi, mengakomodasi, berkolaborasi, menghindar, dan berkompromi. Gunakan gaya yang sesuai dengan subyek dan siapa lawan bernegosiasi Anda. Pastikan etika dan legalitas terjaga.

Kenali juga “tough negotiator” dalam tiga jenis utama: yang berfilosofi selalu menang, yang menyerang keras ketika terpojok, dan yang keras di luar namun lembut di dalam. Dengan mengenali “siapa” lawan Anda, maka manuver negosiasi selanjutnya dapat disesuaikan.

Bernegosiasi dengan “lihai” bukanlah berarti Anda menghalalkan segala cara asalkan “menang.” Kelihaian bernegosiasi dinilai dari hasil jangka panjang, bukan kesuksesan sesaat.

Akhir kata, selamat bernegosiasi dengan cerdas, beretika, dan legal. Gunakan berbagai perspektif positif dan netral sedapat mungkin, sehingga tidak perlu ada unsur menakut-nakuti atau mencelakakan yang bersifat “blackmailing.” Perbanyak sinergi, bahkan dalam bernegosiasi. Selamat mencoba.[]

KONTAN DAILY, Jumat, 3 Agustus 2018

Pin It on Pinterest

Share This