Select Page


Image Source: DuckDuckGo.com


[Download PDF KONTAN DAILY Mari Belajar dari DuckDuckGo]

oleh Jennie M. Xue

Anda pasti pengguna Google, si search engine termasif di dunia. Google berskala raksasa dan masif dengan kapasitas tracking dan analytics mendetil.

Pernahkan Anda menggunakan mesin pencarian (search engine) DuckDuckGo?

DuckDuckGo (DDG) dikenal dengan fiturnya yang tidak merekam (track) informasi browsing dan identitas pengguna search engine. Jadi browsing Anda konfidensial, tidak menjadi bagian dari data set siapapun. DDG adalah antitesis Google.

Di tahun 2015 saja, tiga miliar sesi pencarian (search sessions) telah dilakukan oleh para pengguna DDG. DDG diprediksikan akan menjadi semakin populer, mengingat pare pengguna Internet semakin dewasa dan paham makna privasi dan kriminal identitas (identity crime).

Dalam artikel ini, kita bahas bagaimana pendiri DDG Gabriel Weinberg meretas traksi (traction hacking) sebagai inti dari startup growth.

“Traksi” sendiri dapat diterjemahkan secara bebas sebagai bukti kuantitatif bahwa “sesuatu terbukti bekerja dengan memuaskan.”

Metriksnya bisa jumlah pengguna (user) dan pengguna berbayar (paid user). Juga volume trafik dan engagement pengguna (like, share, comment, dll). Tergantung model bisnis dan revenue model yang digunakan startup.

Tentu traksi DDG mengandalkan trafik (traffic) yang masuk, karena dari trafik inilah, ada konversi menjadi pengguna (user). Berapa persentase (conversion rate) dari trafik menjadi sales leads, tergantung dari kualitas trafik (general atau niche), kualitas kopi (copywriting conversion power), dan kualitas produk yang sesuai atau melebihi harapan pengguna.

Startup yang “benar-benar startup,” menurut Paul Graham pendiri akselerator startup Y Combinator, adalah “bisnis yang dedesain untuk berkembang pesat.” Jadi, suatu bisnis baru belum tentu merupakan “startup.”

Startup harus ada elemen “mampu berkembang pesat.” Karena traksi adalah growth, maka dalam startup harus ada traksi. Without traction, a business would die and is no longer a startup.

Pendiri DDG Gabriel Weinberg menggunakan 19 kanal traksi dengan sangat strategis. Anda pasti pernah mendengar apa saja kanal-kanal tersebut. Bukan hal-hal baru, namun strategi penggunaannya sebagai peretas traksi inilah yang perlu dijadikan benchmark.

19 kanal traksi tersebut: blog-blog niche, publisitas konvensional, publisitas non-konvensional, search engine marketing, iklan berbayar di sosmed, iklan berbayar offline, SEO, content marketing, email marketing, engineering marketing (memberi free tools), viral marketing, business development (partnership dengan bisnis lain dalam nuansa win-win), sales, affiliate programs, existing platforms, trade shows, offline events, speaking engagements, and community building.

OK, mengenal kanal-kanal saja belum menjamin sukses traksi startup Anda. Karena ini semua perlu strategi yang jitu dan eksekusi taktik mendetil.

Awali dengan proporsi yang tepat 50-50 antara aktivitas-aktivitas product development dan aktivitas-aktivitas traksi. Jadi, resources (uang, waktu, dll) dibagi dua, karena pengembangan produk tidak ada artinya tanpa traksi dan sebaliknya.

Kuncinya, mengembangkan produk tanpa traksi adalah sia-sia. Minimal ada 4 skenario “perangkap” yang perlu dipertimbangkan.

Satu, produk sesuai keinginan konsumen, namun business model dan revenue model belum memadai, sehingga revenue belum masuk optimal. Biasanya untuk produk-produk yang tidak biasanya berbayar, sehingga konsumen “malas” membayar untuk produk serupa.

Dua, produk sesuai keinginan konsumen, namun tidak cukup jumlah konsumen untuk mencapai critical mass sehingga profit membuat bisnis sustainable. Biasanya untuk produk-produk super eksklusif dan niche yang sangat kecil.

Tiga, produk bisa saja didesain sebagaimana keinginan konsumen, namun mencapai konsumen membutuhkan resources yang sangat besar. Inefisiensi dalam mencapai konsumen merupakan batu sandungan besar untuk mendapatkan profit. Biasanya ini untuk produk-produk yang perlu direct sales force dalam jumlah masif.

Empat, produk bisa saja didesain sebagaimana keinginan konsumen, namun telah banyak kompetitor yang telah ada. Dalam kondisi pasar yang hiperkompetitif, bersaing untuk mendapatkan konsumen sangat tidak cost-efficient.

Jadi, jangan sekali-kali terperangkap oleh “pokoknya produk kami luar biasa bagus” sehingga tidak ada kompetitor yang mampu halangi dan pasti laris. Karena pola pikir seperti ini merupakan perangkap startup.

Fokuskan energi kerja 50 persen ke pengembangan produk dan 50 persen ke traksi merupakan formula ideal. Untuk memudahkan kuantifikasi, gunakan “man hour” alias “jam manusia” sebagai metriksnya, bukan kapital finansial.

Dengan traksi yang bekerja secara otomatis atau semi-otomatis, Anda membangun aliran cold leads yang diharapkan berkonversi menjadi warm leads dan konsumen berbayar. Selamat bertraksi ria dengan 19 kanal yang disarankan oleh pendiri DuckDuckGo.[]

KONTAN DAILY, 12 Januari 2017

Pin It on Pinterest

Share This