[Download PDF KONTAN Daily Belajar dari Raja Iklan Leo Burnett]
oleh Jennie M. Xue
Siapa tidak kenal Leo Burnett, Si Raja Iklan? Di usia 44 tahun, ia memulai ad agency-nya. Sampai sekarang, karya-karya legendarisnya masih kita nikmati. Beberapa kliennya yang terkemuka: Pillbury Dough, Kellogg’s, All State Insurance, Maytag, Hallmark, McDonald’s, Samsung, Chrysler, Star-Kist Food, P&G, United Airlines, Coca-Cola, General Motors, and Phillip Morris.
“Come to where to flavor is. Come to Marlboro Country.” Demikian iklan rokok Marlboro yang menampilkan pria-pria koboi di atas kuda sambil mengisap rokok dengan nikmatnya. Ini adalah salah satu konsep paling terkemuka dari Leo Burnett, salah satu jenius dalam dunia periklanan.
Iklan Marlboro tersebut meroketkan produk yang saat itu sedang mengalami masalah pemasaran di mana rokok filter lebih banyak dibeli oleh perempuan. Phillip Morris membidik pasar pria dan mereka membutuhkan konsep jenius yang bekerja dengan jenial pula.
Di tahun 1914, Burnett lulus dari University of Michigan dengan gelar dalam Jurnalisme. Ia bermimpi bekerja untuk suratkabar terkenal di NYC. Namun nasib membawanya ke Peoria, Illinois. Di hari pertamanya bekerja di Peoria Journal, ia menulis tentang seseorang yang membunuh istrinya dengan pemecah es. Karirnya sebagai jurnalis handal dimulai.
Di tahun 1915, ia ditawari untuk menuliskan publikasi internal mobil Cadillac dengan gaji hanya USD 25 per minggu. Pindahlah ia ke kota industri otomobil kondang Detroit di Michigan dan beruntung dibimbing oleh mentor Theodore McManus.
McManus mengajarkan iklan dengan gambar-gambar, suatu bentuk soft-sell advertising dengan perspektif kegemaran dan hal-hal yang menyenangkan. Tanpa klaim-klaim kualitas dan pujian-pujian subyektif. Bentuk kreativitas lembut namun powerful dalam periklanan. Konsep ini sangat mengena bagi Burnett, yang kemudian menggunakannya dalam kampanye-kampanyenya di masa depan.
Di usia ke-40, Burnett pindah ke Chicago di Illinois dan bekerja di agency di sana, namun ia segera mendirikan ad agency sendiri di tahun 1935, yang saat itu masih dalam masa Great Depression. Dengan keyakinan bahwa pasarnya sangat bisa ia raih dengan “gaya midwestern good manners”-nya yang friendly, amiable, trustworthy, and likeable.
Hingga dua tahun kemudian, omzetnya hanya USD 6000 per tahun. Dengan kesadaran ini, ia berpartner dengan Richard Heath, sehingga Burnett dapat memforkuskan diri di bidang kreatif saja. Heath berhasil mendapatkan beberapa klien besar untuk agency: Brown Shoes Company, The American Meat Institute (AMI), dan Pillsbury Dough.
The American Meat Institute memberikan omzet sebesar USD 2 juta, angka luar biasa saat itu. Foto-foto daging mentah dengan latar belakang berwarna merah pun jadi buah bibir. Para ibu rumah tangga ternyata menyukai konsep iklan tersebut yang Burnett sebut sebagai “inherent drama.” Selama 13 tahun, AMI menghabiskan USD 25 juta untuk pembuatan iklan oleh Burnett.
Burnett berargumen bahwa setiap produk mempunyai kualitas menjadi bintang. Tugas para pembuat iklan adalah menemukan kualitas tersebut dan mengeksposnya.
Prinsip yang sama diterapkan juga untuk Pillsbury Dough, yaitu tepung kue dalam kotak yang siap pakai. Burnett mencari “kualitas bintang” tepung kue tar tersebut dan menggambarkannya dalam foto-foto yang menggiurkan dan menggoyangkan lidah. Kuncinya adalah fotografi yang luar biasa hidup.
Dalam 4 bulan, Pillsbury Dough berhasil mencapai 40 persen marketshare untuk tepung kue siap pakai. Akun ini dipegang hingga 5 dekade kemudian. Karakter kartun Pillsbury Doughboy pun menjadi idola konsumen dan anak-anak.
Di 1949, ia menerima telpon dari Kellogg’s untuk introduksi. Dua tahun kemudian, barulah Burnett mendapatkan akun mereka. Strategi pertamanya adalah mengubah gambar dan tulisan di kardus sereal Kellogg’s untuk mencerminkan produk sereal yang enak dimakan oleh anak-anak dan keluarga.
Gambar-gambar tersebut memproyeksikan “the good life” dalam keluarga. Era baru dalam dunia periklanan dan packaging dunia. Setengah abad kemudian, prinsip-prinsip dunia periklanan dunia masih menjalankan konsep kreativitas Leo Burnett.[]
KONTAN Daily, 27 Juli 2015