KONTAN Daily Startup Gagal 99 Dresses
oleh Jennie M. Xue
Mayoritas kisah sukses startup yang diberitakan di media. Mulai dari kisah luar biasa masa-masa startup Apple, Yahoo!, dan Google. Kini dengan kisah-kisah inspirasional Whatspp, SnapChat, Airbnb, dan Zipcar. Jarang kita dengar kisah gagal startup.
99Dresses disorot oleh media pada awal pendiriannya mengingat ini merupakan perusahaan berbasis TI yang didirikan oleh perempuan muda dan berdomisili di Australia. Bisnis berbasis TI, termasuk yang berbasis aplikasi dan Web, didominasi oleh para pria dan berneksus di Silicon Valley.
Aplikasi 99Dresses berfitur mempertemukan para shopper fashion yang ingin memperjualbelikan pakaian bekas yang masih sangat layak pakai. Pada 8 Juli lalu, 99Dresses secara resmi offline.
Cash flow yang kering dan gagalnya mendapatkan bridging funding merupakan penyebab disolusin. Lantas, penyebab kurangnya minat para investor malaikat dan venture capitalist bisa ditelusuri dari pasar fashion yang saturated dan rendahnya teknologi disrupsi (disruptive technology).
Di tahun 2011, setelah 9 bulan berdiri, problem teknologi mulai dirasakan sehingga traksi bagi 99Dresses menurun drastis. Namun sebagai pendiri startup, Nikki Durkin berkeras dan berhasil memenangkan lomba business planning yang mengirimnya ke Y Combinator di Silicon Valley. Di sana, ia mendapatkan USD 1,2 juta dari kelompok investor benih.
Namun, ternyata Durkin yang berwarga negara Australia tidak bisa bekerja di AS tanpa visa kerja, sehingga ia perlu kembali ke Negara Kangguru untuk mengurusnya. Di saat itulah, USD 1,2 juta tidak berhasil digenggamnya dalam waktu yang krusial. Dua pendiri lainnya juga mengundurkan diri mengingat belum ada kepastian tentang keimigrasian Durkin.
Ternyata masih ada harapan dengan USD 595 ribu yang didapatkan dari beberapa investor. Kembali 99Dresses diproduksi ulang. Kembali Durkin melakukan riset mengapa produk tersebut tidak berjalan dengan baik di AS.
Namun Durkin kembali mengalami kesulitan imigrasi ketika visa kerja ke AS ditolak mengingat ia dropout dari universitas tanpa gelar untuk mengejar cita-cita startupnya. Akhirnya ia mendapatkan jalan untuk mendapatkan O1 visa yang biasanya diberikan bagi mereka dengan “extraordinary ability” namun perlu beberapa bulan lagi untuk antri screening.
Akhirnya ia berhasil pindah ke New York City dan merilis 99Dresses yang cukup berhasil dengan pengguna bertransaksi USD 1000 pada awalnya. Beberapa lama kemudian, animo pengguna menurun. Maka mereka pindah ke jalur aplikasi untuk iPhone dan Android. Sedangkan dana awal sudah semakin menipis.
Kembali Durkin mencari dana bridging untuk mempertahankan kehidupan startupnya. Tampaknya para investor sudah semakin kurang yakin akan faktor profit-making 99Dresses, mengingat pasar fashionista dan jual-beli barang bekas sudah merajalela di dunia maya.
Tiga tahun sudah berlalu. Satu lagi startup gugur.
Bisa kita simpulkan beberapa faktor kegagalan Durkin dengan 99Dresses-nya. Satu, faktor timing. 99Dresses mungkin terdengar cukup “disruptive” untuk produk fashion, namun sebenarnya tidak. Mengapa? Proses jual-beli barang bekas secara online sudah lama diprakarsai oleh eBay. 99Dresses hanya memperkecil ceruk pasar. Jadi selain tidak “disruptive,” ia juga tidak berhasil masuk dengan “first mover advantage.”
Dua, faktor neksus bisnis. Ibukota bisnis berbasis TI, Web, dan aplikasih masih berada di Silicon Valley, yang nota bene berada di AS. Untuk bisa bergerak leluasa, dibutuhkan legalitas pebisnis untuk bekerja dari sana. Ini lebih menguntungkan bagi mereka yang memang sudah memiliki legalitas tinggal dan berbisnis di AS. Durkin berbasis di Australia, sedangkan birokrasi visa AS berbelit dan panjang.
Tiga, faktor pengelolaan cash flow yang berat mengingat tingginya biaya operasi di New York City, termasuk biaya sewa kantor, gaji pegawai, dan biaya kontraktor independen yang biasanya dipekerjakan startup untuk Web development, aplikasi, dsbnya. USD 595 ribu tidak cukup untuk biaya operasi awal sampai break-event point tercapai. Semoga kita bisa belajar dari kegagalan 99Dresses.[]
KONTAN Daily, Jumat 19 September 2014