[Download PDF KONTAN DAILY Belajar dari Skandal Emisi Volkswagen]
oleh Jennie M. Xue
Skandal emisi Volkswagen terbuka di bulan September 2015 ketika mengakui “kecurangan” dalam tes emisi di Amerika Serikat. Sekitar 600.000 unit di AS dan 11 juta unit mobil berbahan bakal disel di seluruh dunia yang terkena selama enam tahun “kecurangan” ini terjadi.
Ya, ini “skandal,” bukan kasus recall karena cacat komponen (defective component). Bahkan CEO Volkswagen yang menjabat saat itu Martin Winterkorn telah mengundurkan diri. Para pakar otomobil menyebut skandal ini sebagai kegagalan sistemik yang disengaja.
Demikian heboh skandal ini hingga aktor dan aktivis lingkungan hidup Leonardo DiCaprio hendak membuatkan film tentangnya.
Departemen Perlindungan Lingkungan Hidup AS (Environmental Protection Agency) dan California Air Resources Board menyatakan bahwa Volkswagen menggunakan software tertentu yang dirancang untuk mengelabui hasil tes emisi di AS selama hampir satu dekade. Pihak VW juga mengakui bahwa mereka melakukan hal yang sama untuk 11 juta unit mobil di seluruh dunia.
Kerugian VW sebagai produsen mobil terbesar kedua di dunia ini mencapai USD 29 miliar yang dihitung dari turunnya nilai saham. Kepercayaan konsumen AS dapat diduga merosot tajam. Bahkan Departemen Perlindungan Lingkungan Hidup AS (Environmental Protection Agency) menyatakan bahwa VW dapat dikenakan penalti hingga USD 18 miliar.
Sedangkan US Department of Justice akan menggugat perdata hingga USD 90 miliar dengan perincian penalti USD 37.500 per unit. Diperkirakan para pengguna yang terkena akan juga melakukan class action lawsuit, sehingga jumlah kerugian VW semakin membengkak.
Untuk itu, VW telah mempersiapkan provisi sebesar USD 7,3 miliar untuk mengatasi masalah ini. Bagi setiap unit mobil yang terkena problem ini, disediakan USD 1000 dengan perincian USD 500 untuk perbaikan dan USD 500 untuk produk-produk VW lainnya. Angka ini jelas tidak mencukupi, namun merupakan langkah awal yang menunjukkan itikad baik (good faith).
Selain itu, mereka juga sedang mempertimbangkan untuk “buyback” alias “membeli kembali” unit-unit yang telah terjual tersebut dari para pembelinya. Sampai saat ini, belum ada realisasi pasti.
Pertanyaannya:
Bagaimana VW bisa melakukan kecurangan tersebut selama hampir satu dekade dan baru diketahui September tahun lalu?
Jawaban singkat teknisnya:
Software khusus yang dirancang untuk mendeteksi bahwa unit mobil sedang dites pengeluaran emisinya akan menyala secara otomatis. Software ini juga pada saat yang sama menyalakan komponen khusus yang menurunkan emisi. Namun komponen tersebut tidak bekerja ketika unit mobil sedang berjalan di jalan raya, sehingga emisi yang dihasilkan melebihi standar.
Mengapa demikian? Tujuannya mungkin untuk meningkatkan akselerasi, daya tarik, dan menghemat bahan bakar. Sampai sekarang, belum jelas komponen sistem bagian mana yang telah dimodifikasi. Para pakar berpendapat bahwa emisi berlebihan yang dihasilkan kecurangan ini dapat mengakibatkan masalah pernapasan, seperti emfisema, bronkitis dan sebagainya.
Tes yang mana yang berhasil “menangkap” kecurangan tersebut?
Tes di jalan (on-road testing) di bulan Mei 2014 yang dijalankan di West Virginia University menarik perhatian California Air Resources Board. Dua model VW dengan spesifikasi mesin disel 4 silinder dengan turbocharge 2 liter menghasilkan nitrogen oksida 40 kali lipat batas legal.
Yang menarik dari kasus skandal emisi VW ini, ternyata ini bukan yang pertama kalinya. Di tahun 1970an, juga di Amerika Serikat, VW termasuk salah satu dari beberapa produsen mobil yang nakal dan tertangkap “kecurangan”nya.
Di tahun 1973, VW dipenalti USD 120.000 karena menginstalasi alat tertentu yang mematikan sistem kontrol polusi. Dan ternyata, beberapa dekade kemudian, VW kembali “berbuat nakal” dan mengelabui konsumen melalui tes emisi.
Mengingat VW juga merupakan produsen Audi dan Porsche, bisa saja skandal ini juga menurunkan omzet mereka. Bahkan, apabila “spillover effect” semakin melebar, image buruk terhadap “German engineering” bisa semakin dalam. Efeknya bisa menyebar ke seluruh industri permobilan Jerman.
Selama ini kesan VW adalah kendaraan praktis, ekonomis, dan bertanggung jawab. Branding yang cukup berhasil, namun sayangnya tidak disertai dengan etika bisnis terbaik.
Pelajaran berharga bagi semua bisnis. Perbaiki setiap masalah yang timbul secepat mungkin. Semakin lama ditunggu, semakin tinggi biaya perbaikan. Jangan cari-cari masalah dengan mengelabui konsumen karena pada akhirnya akan ketahuan juga. Ingat, kepercayaan konsumen sangat menentukan keberhasilan.
Produk apapun yang dijual dengan kepercayaan konsumen, niscaya sukses di pasar. Skandal VW mengingatkan kita.[]
KONTAN DAILY, Jumat 9 September 2016