[Download PDF KONTAN DAILY Belajar dari Merger Renault-Nissan]
oleh Jennie M. Xue
Mantan CEO Renault-Nissan Charlos Ghosn berhasil mensukseskan kembali dua brand ini dan kini ia menjadi chairman aliansi Renault-Nissan-Mitsubishi. Tiga merek aliansi memproduksi 10 juta unit mobil gabungan. Ghosn dikenal sebagai “superhero” perusahaan mobil terbesar abad ini.
Ghosn adalah keturunan Lebanon yang dilahirkan di Brazil dan mengenyam pendidikan di Perancis. Latar belakang multikultural ini sangat berpengaruh terhadap cara berpikir dan berbagai aliansi yang dipeloporinya.
Di tahun 2009, Aliansi bernama Alliance Industrial Sourcing didirikan atas dasar kerja sama manufaktur berbagai merek otomobil dan spare part sehingga biaya produksi, deliveri, dan aset lainnya dapat ditekan. Cross-manufacturing merupakan kunci para partner untuk penetrasi berbagai kesempatan pasar dunia. Aliansi ini adalah bentuk merger Renault dan Nissan.
Salah satu best practice adalah implementasi Nissan’s Intelligent Factory Automation (IFA) di pabrik-pabrik pembuat otomobil merek Renault. Sistem ini terdiri dari para pekerja lini dengan suplai yang tersinkronisasi dan otomatisasi robotik.
Dengan para partner Aliansi, Renault dan Nissan memproduksi berbagai permutasi antara merek Nissan dan merek Renault di Afrika Selatan, Brazil, Barcelona (Spanyol), Mexico, Busan (Korea Selatan), dan Chennai (India). Bahkan di Busan, Renault yang telah berpartner dengan Samsung, memproduksi Nissan untuk pasar Russia dan Timur Tengah.
Dengan aliansi tersebut, merek Nissan berhasil disukseskan kembali terhitung 1999 hingga 2001 setelah beberapa tahun slow. Di tahun 2013, aliansi ini bahkan berhasil mendominasi 10 persen market share dunia. Padahal, sebelum merger, kapasitas Nissan hanya 54 persen dan tidak punya strategi yang tepat untuk menghadapi masa depan dunia otomobil yang telah banyak berubah.
Merger antara Renault dan Nissan berbuah baik disebabkan oleh beberapa persamaan dan perbedaan.
Persamaannya, Renault dan Nissan sama-sama punya sejarah panjang, struktur hirarki kuat, manajemen senior berperan besar, dan edukasi bisnis jangka panjang. Sedangkan beberapa perbedaan mereka malah memperkuat spirit saling belajar: perbedaan kultur, bahasa, gaya pengambilan keputusan, sistem komunikasi, dan regulasi perburuhan.
Merger ini juga saling menguntungkan, di mana Renault bukan hanya penolong Nissan, namun Nissan membawa market share di AS dan Asia. Gabungan kekuatan teknologi mereka juga sangat kuat dan kekuatan desain Renault membantu Nissan yang kurang update. Sedangkan Nissan mempunyai kekuatan engineering Jepang.
Kini manajemen Aliansi sedang memfokuskan diri pada Mitsubishi, agar merek ini kembali berkibar. Diprediksikan Mitsubishi akan lebih cepat pulih, mengingat best practices yang dipelajari dari Renault-Nissan dapat diaplikasikan.
Masa depan dunia otomobil, termasuk self-driving cars, merupakan tantangan bagi Renault, Nissan, dan Mitsubishi. Pada dasarnya, autonomous cars ada dua jenis: tetap dikendalikan manusia tanpa perlu memegang setir dan yang otomatis sama sekali.
Aliansi akan berkompetisi dengan teknologi mobil dari Silicon Valley, seperti Tesla milik Elon Musk, Google cars, dan Apple cars. Mobil-mobil tersebut ber-emisi nol dan self-driving (menyetir sendiri), sehingga jalan-jalan di AS dan negara-negara maju akan sangat berbeda dari apa yang kita lihat di Indonesia saat ini.
Bagaimana aliansi Renault-Nissan-Mitsubishi mengatasi tantangan kompetisi luar biasa dari Silicon Valley? Tampaknya Chairman Ghosn mempunyai pandangan yang simpel namun mujarab: Kami akan terus beradaptasi.
Adaptif adalah strategi jitu. Dengan eksekusi yang benar dan rapi, semestinya Aliansi akan mampu berkompetisi di pasar mobil autonomous, terlepas dari ketidakjelasan di masa depan. Dari segi regulasi, teknis, dan pasar, Ghosn berpendapat bahwa harga akan sangat berpengaruh. Daya beli konsumen akan sangat menentukan sukses atau gagalnya suatu merek.
Yang jelas, Aliansi mendapatkan beberapa keuntungan besar, seperti economies of scale, inovasi teknologi dari tiga sumber, production mix, consumer base yang luas, sharing biaya dan resiko, saling melengkapi skill dan teknologi, dan meningkatkan R&D. Kelebihan-kelebihan ini jelas melebihi kekurangan-kekurangan merger.
Bisakah strategi Renault-Nissan ini diterapkan di perusahaan Anda. Mungkin. Pertimbangkan dengan baik pro dan kontra. Perhatikan elemen-elemen yang menjadi titik kelebihan dan titik kelemahan. Apabila gabungan keduanya membangun sinergi dengan energi positif, silakan dicoba.
Namun tetap kenali titik-titik yang bisa mengganggu kesuksesan. Manajemen resiko direncanakan dari awal, sehingga ketika kelemahan berubah menjadi fakta yang perlu solusi, telah ada jawabannya.[]
KONTAN DAILY, Jumat, 12 Mei 2017