KONTAN Daily Belajar dari Lenovo
oleh Jennie M. Xue
Lenovo didirikan oleh sekelompok saintis yang bekerja di dalam ruangan gudang di luar Beijing. Kini Lenovo adalah perusahaan komputer terbesar di dunia dengan produk utama komputer desktop, tablet, dan smartphone.
Mereka menguasai 16.7 persen pasar global di bulan Juli 2013, yang merupakan market share terbesar. Selain itu, Lenovo dikenal dengan harga terjangkau dan fitur-fitur yang memadai. Kini Lenovo telah hadir selama 3 dekade.
Lenovo mengakuisisi divisi PC IBM di tahun 2005 yang diprediksikan akan gagal. Saat ini, Lenovo mempekerjakan 54.000 orang yang berkomunikasi dalam 40 bahasa dan tinggal di 50 negara. Lenovo didirikan di Tiongkok namun merupakan perusahaan global yang unik dengan kultur dominan yang universal, bukan kultur negara induk perusahaan. Para eksekutif Lenovo yang berjumlah 100 orang berasal dari 20 negara.
Dalam The Lenovo Way: How to Drive Profits and Growth, Managing A Diverse Global Company for Optimal Performance oleh Gina Qiao dan Yolanda Conyers, lima prinsip sukses bisnis mereka dikupas. Apa saja? Satu, protek dan kuasai. Dua, melangkah ke luar zona nyaman untuk maximum growth. Tiga, menjaga core strngths dengan satu tangan dan menikam kesempatan lain di tangan lainnya. Empat, menciptakan kultur korporat dengan diversitas optimal. Lima, mendidik pemimpin untuk berpikir dan bergerak dengan mindset global.
Gina Qiao berasal dari Tiongkok dan Yolanda Conyers berasal dari Amerika Serikat. Kedua perempuan ini merupakan eksekutif berpengaruh dalam human resources Lenovo yang menghasilkan sinergi berbasis diversitas Timur-Barat yang luar biasa.
Di tahun 2005, Lenovo mengakuisisi divisi PC IBM. Sejak itu, Lenovo menjadi primadona teknologi komputer dunia. Dan ambisi ini diperkuat setiap hari dengan kultur diversitas yang mengglobal.
Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa Lenovo adalah perusahaan pertama yang didirikan di Tiongkok yang mempunyai Diversity Officer. Sebagai seorang perempuan berkulit hitam, Yolanda sangat memahami berbagai kendala berbisnis di kultur berbeda.
Sejak 2005 itu juga, Lenovo mempekerjakan pegawai dari 50 negara, padahal sebelumnya sangat homogen. Berbagai pengalaman mereka di perusahaan teknologi mancanegara membantu pelaksanaan aktivitas bisnis.
Umumnya, suatu perusahaan mengadopsi kultur bisnis dari negara induk perusahaan. Misalnya, para eksekutif perusahaan-perusahaan Korea Selatan menggunakan kultur negara tersebut bahkan ketika beraktivitas bisnis di Benua Amerika, misalnya. Ini yang hendak dirombak oleh Lenovo.
Yang Yangqing CEO Lenovo sejak 2009 memulai karir di sana sejak perusahaan ini bernama Legend di tahun 1989. Yang berpendidikan asli Tiongkok dengan S1 di Shanghai Jiaotong University dan S2 dari the University of Science and Technology of China. Di bawah pimpinannya, Lenovo dipersatukan dengan kultur bisnis unifikasi Barat dan Timur: kelas global.
Kekawatiran publik mengenai Lenovo yang mengakuisisi merek ikonik Amerika IBM tidak terbukti. Lenovo tidak menjadikan divisi IBM dengan keTiongkok-annya. Namun, IBM menjadikan Lenovo menjadi bisnis global dengan inklusivitas, kompromi, dan pengertian.
Kultur diversitas global dibangun satu per satu dalam diri para pegawai dan eksekutif, bukan semata-mata dengan jalur statistikal dan compliance belaka. Para eksekutif yang berasal dari negara-negara barat diwajibkan belajar berbagai Tionghoa dan sebaliknya para eksekutif berbasis di Tiongkok juga wajib belajar bahasa Inggris.
Persahabatan ala “foreign speakers club” digiatkan. Berbagai feedback gaya berkomunikasi pun dibahas dan dipelajari dengan pikiran dan hati terbuka. Dalam Kultur Tiongkok, relasi bisnis (quanxi) sangat dominan di antara para pebisnis Tiongkok dan ini merupakan tantangan yang perlu dipelajari secara serius oleh para eksekutif barat.
Para eksekutif sendiri membawa sub-kultur yang dapat mempengaruhi kualitas aktivitas dan bisnis. Peleburan kultur dan sub-kultur seringkali menjadi tantangan di perusahaan-perusahaan lain, namun Lenove menjadikannya sebagai kapital budaya (cultural capital) yang berperan besar dalam pemasaran dan desain produk.
Empat prinsip yang dipegang Lenovo dalam perjalanan multikultural diversitas di era global ini. Satu, menanamkan mindset rendah hati bahwa sukses di masa lalu bukan jaminan sukses di masa depan. Dua, membangun mindset bahwa perubahan itu baik. Tiga, menggunakan gaya komunikasi yang jelas, melampaui mekanisme bahasa. Empat, ingetrasi kultural merupakan maraton, bukan sprin. Idealnya, empat prinsip ini juga dijalankan oleh bisnis-bisnis dan negara Indonesia. []
KONTAN Weekly, Jumat 12 September 2014