Select Page

depression-450

Kontan Logo

[Download PDF KONTAN WEEKLY Bekerja dengan Orang Sulit]

oleh Jennie M. Xue

Difficult people are everywhere. Orang-orang yang sulit dipahami dan sulit diajak bekerja sama ada di mana-mana.

Ada yang cepat tersinggung, tersinggung namun pura-pura tidak tersinggung, cepat marah, cepat sedih, tidak jelas maunya apa, cepat putus asa, cepat mengeluh, pintar cari alasan, berbohong untuk hal-hal yang tidak perlu berbohong, merasa paling benar, dan lain-lain. Apapun yang membuat orang lain “tidak nyaman” berulang kali tanpa ada alasan atau problem yang pantas.

Di setiap tim, biasanya ada yang demikian. Bisa saja ia rekan kerja, kolega, maupun atasan. Seorang manajer, direktur atau bahkan CEO bisa saja merupakan “difficult person” atau “toxic people” (DP atau TP) yang mau tidak mau perlu kita hadapi setiap hari.

Bagaimana kita menghadapi DP tergantung dari beberapa hal: kultur masyarakat, kultur organisasi, kesiapan tim, dan kesiapan individu.

Dalam kultur Indonesia yang kurang vokal dan kurang berani mengemukakan pendapat dibandingkan dengan kultur barat, komunikasi frontal dengan DP sangat minimal atau bahkan tidak eksis. Komentar yang umum: “dia memang orangnya begitu” dan “cuekin aja.”

Tindakan ini baik karena tidak menyebabkan guncangan dalam kelompok yang berarti, namun ini tidak baik karena akar permasalahan yang dipersoalkan oleh DP tidak pernah terbuka untuk diperbaiki. Idealnya, perilaku DP dikomunikasikan secara terbuka namun tetap dalam kesopanan dan profesionalisme.

Dalam kultur organisasi, komunikasi seorang DP bisa saja “sesuai” atau “tidak sesuai.” Dalam konteks yang “tidak sesuai,” semestinya komunikasi profesional dilakukan dengan seorang mediator atau terapis yang mengajak berbicara dengan dewasa agar problem akar bisa dikenali. Tentu saja, tidak semua DP bersedia untuk berkomunikasi dengan seorang profesional atau manajer tentang pilihan-pilihan tindakannya. Namun ini perlu dicoba.

Dalam kesiapan tim, antiknya seorang DP bisa saja menurunkan semangat kerja (working morale), merendahkan produktivits, bahkan mempengaruhi akurasi hasil. Terkadang, efeknya sangat besar dan berlarut-larut. Lantas, apa yang bisa dilakukan?

Tumbuhkan kultur “tidak reaktif” terhadap sesuatu yang negatif maupun “di luar perkiraan.” Tumbuhkan keyakinan tim bahwa ekspektasi dan aktivitas harus berporos kepada realitas. Kuncinya: mengetahui tidak cukup, perlu mendalami. Sedangkan mendalami tidak cukup, perlu eksekusi. Ketika eksekusi dijalankan dengan baik, maka realita terbentuk.

Dalam organisasi dan tim, ide memang penting, namun tidak sepenting eksekusi. Eksekusi yang tuntas dari awal hingga akhirlah yang akan mampu membawa traksi yang berarti. Seorang profesional barulah bernilai lebih apabila eksekusinya membawa hasil luar biasa dibandingkan dengan orang lain.

Dengan mengenali kapan dan bagaimana Anda perlu bersikap “tidak reaktif” dan “tepat sesuai perkiraan” maka hasil aktivitas diharapkan akan dapat dicapai, walaupun dibumbui oleh sedikit intermeso dari seorang DP.

Dalam kesiapan individu, mengevaluasi situasi, menentukan pilihan, dan melangkah setahap lagi (move on) perlu dilakukan ketika maupun setelah mengalami sesuatu yang kurang sedap dari seorang DP. Jangan biarkan tekanan dari DP mengubah rencana-rencana dan pilihan-pilihan Anda. Fokus akan gol. Tetaplah profesional. Ini lebih penting.

Kenali diri Anda ketika mengalami sesuatu dengan DP. Apakah Anda sedang mengikuti keinginan DP atau sedang menjalani hidup secara sehat, terutama sehat psikis dan emosi? Seseorang yang sehat psikis-emosi dan dewasa secara mental, akan mengenali cara-cara kontrol diri.

Pertama, pandanglah kejadian dengan DP seakan-akan Anda berada di luar lingkaran. Ini menjaga obyektivitas Anda, sehingga Anda dapat mengambil keputusan yang tidak memperunyam suasana namun tetap memberikan masukan bagi DP bahwa apa yang dilakukannya tidak produktif atau tidak positif terhadap gol dan tim.

Kedua, kenali pola-pola yang perilaku DP. Adakah faktor pencetus sebelum perilaku antik terjadi? Catat dan analisa sehingga Anda mempunyai pegangan untuk masa depan. Bukan berarti Anda perlu menghindari DP sama sekali, namun cerdaslah dalam berkomunikasi.

Ketiga, kenali batas-batas “kesabaran” Anda. Ungkapkan bahwa apa yang dilakukan DP itu “tidak etis” dan “not nice.” Dalam kultur Barat, ini sangat dimungkinkan mengingat transparansi perilaku merupakan salah satu faktor kekompakan tim.

Namun, dalam kultur Indonesia, terbuka akan perilaku seseorang termasuk “kurang sopan.” Pertimbangannya, apabila perilaku DP sangat mengganggu kelancaran, mengganti individu tersebut atau memperbaiki perilaku itulah mungkin pilihan yang tepat.

Keempat, hormati keputusan Anda sendiri yang didasari oleh pertimbangan yang “tidak berat sebelah,” termasuk tidak melulu mengikuti keinginan DP. Hindari DP jika perlu dan ajaklah berbicara yang lebih mendalam apabila memungkinkan.

Akhir kata, bekerja dengan orang-orang sulit terjadi di mana-mana. Tidak ada satu tempat pun yang sempurna. Stay tough mentally. Tetap teguh secara mental.[]

KONTAN Weekly, 11-17 Januari 2016

Pin It on Pinterest

Share This