Select Page

Kontan

Altamontpass

Download KONTAN BBM dan Sumber Daya Alam Lain

oleh Jennie S. Bev

Di tempat tinggal saya di Mountain House, kota satelit baru yang memakan waktu sekitar satu jam perjalanan dengan mobil dari San Francisco, Amerika Serikat (AS), kami menikmati listrik relatif murah dari Altamont Pass Wind Farm (www.energy.ca.gov/wind/). Saya kewalahan ketika suatu hari berusaha menghitung jumlah kincir angin yang dilewati setiap kali perjalanan pulang-pergi rumah. Bayangkan, ternyata 95% dari 13.000 turbin angin di California terletak di Altamont Pass, Tehachapi, dan San Gorgonio. 

AS sudah cukup lama mempersiapkan diri dengan sumbersumber daya alam yang dapat diperbarui (renewable resources). Pembangkit listrik tenaga angin (PLTAng) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) serta sumber energi alternative minyak jadi bisnis baru yang menyegarkan dan sangat berpotensi, seperti algae biofuel.

Berdasarkan data Electric Power Research Institute, biaya produksi energi tenaga angin sekarang hanya 35 sen dollar AS per kilowatt-jam (kWh). Investasi swasta dalam PLTAng ini sudah mencapai US$ 3,2 miliar di AS saja. 

Dalam waktu sekitar 30 tahun lagi, minyak fosil mungkin sudah menjadi barang langka. Dengan harga ritel bensin standar di San Francisco Bay Area sekitar US$ 4,25 per galon dan ekonomi makro yang masih lemah, setiap kali mengisi tangki bensin merupakan perjuangan tersendiri. Alternatif biofuel semakin dibidik, termasuk oleh raksasa minyak fosil seperti British Petroleum dan Shell.

Solusi biofuel alga agaknya cukup diperhitungkan untuk menggantikan minyak fosil dalam beberapa tahun ke depan. Profesor Makoto Watanabe dari Tsukuba University di Jepang, misalnya, berkeyakinan bahwa algae biofuel dapat memenuhi kebutuhan transportasi Jepang dalam lima tahun ke depan. Di Indonesia, sejak tahun 2008, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah membentuk program “Teknologi Penangkapan dan Penyerapan Karbon Dioksida dengan Mikroalga”.

Biofuel dari algae mendapatkan prioritas penelitian dan pengembangan dibandingkan dengan etanol karena efisiensi pembakaran dan rendahnya emisi. Dari dua tipe biofuel (etanol dan biodiesel), alga termasuk jenis yang kedua, yaitu biodiesel. 

Biodiesel lain termasuk bahan bakar yang terbuat dari canola, soy, palm, dan jatropha. Jagung dan kedelai termasuk generasi pertama dan tidak efisien. Algae biofuel mempunyai berbagai kelebihan. Selain nihilnya emisi, kelebihan lain adalah rendahnya biaya penyulingan karena dapat menggunakan instrumen yang telah ada dan digunakan untuk penyulingan minyak fosil.

Kebijakan energi hijau Di AS, green energy sangat mempengaruhi kebijakan dan anggaran negara. Sebagai contoh, Solyndra, yaitu perusahaan pembuat solar panel di Fremont, bagian dari Silicon Valley, baru saja mendeklarasikan bangkrut karena rendahnya daya saing dibandingkan dengan produk-produk rendah biaya asal China.

Kasus Solyndra ini dipolitisir sedemikian rupa. Mulai dari kemudahan pengucuran kredit atau pinjaman dari negara ke perusahaan ini hingga usaha penyelamatannya dari kebangkrutan yang dilakukan oleh Presiden Barack Obama.

Anehnya, baru 1% sumber daya alga yang diusahakan dari potensi keseluruhannya. Lagilagi, penyebabnya adalah politisasi green energy. Biofuel generasi kedua ini harus bertarung dengan etanol jagung di tahun 1990-an. Algae biofuel tidak mempunyai kekuatan lobi di Washington dan belum dapat subsidi dari pemerintah.

Bisnis penyulingan algae biofuel tidak memerlukan biaya ekstra, sehingga kesempatan perbankan mengucurkan kredit menjadi terbatas. Di mata para bankir, pengembangan alga belum terlalu seksi di AS karena rendahnya publisitas dan kurangnya semangat para pelobi.

Ada pendapat lain, kemungkinan, para anggota kartel minyak fosil berusaha meminimalkan para pelaku bisnis minyak alga. Tujuannya agar mereka bisa meneruskan monopoli yang telah menjadi tradisi.

Di Indonesia, berbagai bentuk sumber daya alam yang renewables sedang gencar dipromosikan. Termasuk melalui forum Renewables Indonesia 2012 Conference and Trade Fair pada bulan Mei mendatang. Akhir tahun lalu, STIE Prasetiya Mulya juga telah mengadakan konferensi green business yang menampilkan para pakar bisnis dan green business dari mancanegara.

Singkatnya, algae biofuel menarik untuk dibudidayakan mengingat sejumlah kelebihannya sebagai sumber bahan bakar dan punya potensi bisnis. Sedangkan realita sesungguhnya masih perlu kita nantikan bersama.

Idealnya, Indonesia sebagai negara produsen minyak fosil juga menikmati perkembangan algae biofuel karena iklim tropisnya memungkinkan bagi algae untuk berfotosintesis secara efisien sepanjang tahun. Sumber tenaga angin, surya, dan alga merupakan masa depan Indonesia dan dunia.

Intinya adalah kesadaran bahwa, “the world is already hot and crowded.” Kapitalisme linear sudah saatnya direvisi dengan kapitalisme sirkuler, ketika sampah diminimalkan dan setiap sumber dibudidayakan berulang kali hingga mencapai swadaya.

Kita bisa mencontoh Jepang dengan penelitan-penelitian yang agresif mengenai sumber daya alam alternatif. Meski Silicon Valley adalah hub intelektual yang sangat diperhitungkan dunia, AS masih terkerdilkan oleh lobi-lobi politis yang menghambat kemajuan sumberdaya alam yang efisien.

Bagaimana di Indonesia?[]

Kontan, 26 Maret-1 April 2012

Pin It on Pinterest

Share This