[Download PDF KONTAN DAILY Babak Baru dari Nokia]
oleh Jennie M. Xue
Para Generasi X pasti masih ingat telpon genggam Nokia berbentuk pisang tahun 1990an yang super trendi dan prestis. Bahkan di tahun 1987, Nokia telah memasarkan telpon genggam Cityman yang masih berbentuk kotak seperti batu bata. Telpon genggam klasik prestisius Nokia di masa itu bagaikan iPhone bagi Generasi Milenial.
Namun, kehebatan Nokia sebagai pelopor telpon genggam tampaknya telah pudar. Produk-produk Nokia terkini terasa “biasa saja” bahkan tergolong lemah penerimaan di pasar.
Tepatkah persepsi kita akan Nokia yang “semakin memudar” ini? Ada apa sebenarnya di balik merek legendaris ini? Apa langkah strategis berikut Nokia ke depan?
Pertama-tama, mari kita kenali perusahaan Finlandia yang telah berusia 151 tahun ini. Wow, kapan sih didirikannya? Tahun 1865. Hebat, bukan?
Untuk perusahaan yang sudah jadi eyangnya eyang-eyang, sesungguhnya untuk tetap eksis di pasar yang dirajai oleh pemain-pemain muda usia seperti Apple dan Samsung, sudah merupakan prestasi menakjubkan tersendiri.
Nokia Corporation (Euronext: NOKIA, Nasdaq: NOKIA, NYSE: NOK) berpusat di Espoo, Uusimaa yang masih berada dalam wilayah metropolitan Helsinki. Nama Nokia merupakan kependekan dari nama sungai Nokianvirta di selatan Finlandia.
Di tahun 2015, mereka mempekerjakan 114.256 pegawai. Omzet 2015 mencapai 23,33 miliar Euro dan profit mencapai 1,68 miliar Euro. Nokia Corporation termasuk 500 besar perusahaan dunia versi majalah Fortune.
Tampaknya masa depan Nokia masih akan cukup panjang. Seorang business angel bernama Risto Siilasma berperan aktif dalam mengarahkan perusahaan legendaris ini sejak pertengahan 2012 dalam posisi resmi sebagai Nokia Chairman. Posisi ini berbeda dari CEO, yang dipegang oleh Rajeev Suri.
Risto Siilasmaa memimpin transformasi terbesar abad ini dengan tiga transaksi penting. Pertama, menguasai kepemilikan NSN (Nokia Siemens Networks) secara mayoritas. Kedua, menjual bisnis handset Nokia kepada Microsoft. Ketiga, akuisisi Alcatel-Lucent dan menjadikannya bagian dari Nokia.
Tiga transaksi tranformasional ini meningkatkan posisi Nokia secara strategis sebagai pemimpin teknologi yang masih bertahan. Ini dibuktikan dengan valuasi Nokia yang mencapai 13 kali lipat dalam dua tahun, yaitu dari 1,5 miliar Euro menjadi 20 miliar Euro.
Selain itu, Siilasma juga memimpin transformasi manajemen dengan menjadi anggota Board of Directors. Dengan filosofi bisnisnya yang unik “motivated by soft values, not maximum returns,” Nokia telah menemukan “malaikat” penolongnya. Siilasma memadukan hard core teknologi dengan soft core nilai-nilai lembut.
Hubungan Siilasma dimulai ketika perusahaannya F-Secure menjadi pemasok software sekuriti bagi operating system Symbian Nokia. F-Secure didirikan tahun 1988, kala Finlandia bukan negara high-tech, namun ideal mengingat keamanan negara Skandinavia ini. F-Secure sendiri sebenarnya terbentuk secara “kebetulan,” karena awalnya adalah proyek kelas bisnis yang diwujudkan secara nyata.
Bagaimana “soft values” alias nilai-nilai lembut Siilasma yang diterapkan sehingga Nokia tidak jadi bangkrut?
Pertama,menerapkan filosofi kepemimpinan “entrepreneurial leadership.” Intinya adalah perilaku sebagai seorang “paranoid optimist.” Ini bukan sekedar oxymoron atau contradictio in terminis.
“Paranoid optimist” tidak mempunyai tekanan pada salah satu, namun keduanya. Paranoid alias “ketakutan” diperlukan dalam mengambil keputusan di mana kesungguhan bertindak sangat dibutuhkan dalam eksekusi.
Optimisme juga sangat diperlukan sehingga para anggota tim tergerak dan bergerak dengan semangat. Semangat ini adalah energi positif, namun sedikit rasa takut akan kegagalan merupakan elemen penting penggerak.
Kedua, mampu membedakan mana yang terpenting dari antara yang penting. Selalu ingat akan masalah yang sedang dihadapi tentu penting, namun jangan itu dijadikan satu-satunya fokus pikiran.
Yang lebih penting adalah bagaimana kita dapat memfokuskan seluruh energi dan sumber daya agar dapat bekerja sama dengan sebaik mungkin agar hasilnya optimal. Dengan demikian, yang terpenting yaitu gol besar dalam merevitalisasi Nokia tercapai.
Ketiga, kabar baik maupun kabar buruk adalah fakta. Semua analisis dan pengambilan keputusan didasarkan akan data.
Dengan filosofi “paranoid optimism,” kita perlu mendiskusikan seetiap masalah dan mempertimbangkan skenario-skenarionya. Dalam skenario terburuk, seperti kemungkinan bangkrut, semakin penting spirit kerja dalam saling kepercayaan ditingkatkan.
Janganlah seorang whistleblower (peniup peluit) dihukum. Sering kali, keberadaan mereka merupakan blessing in disguise alias “alarm pembangkit dari tidur” yang sangat krusial artinya.
Akhir kata, semangat revitalisasi Nokia sangat dapat kita teladani. Dunia memperhatikan perusahaan satu setengah abad ini dengan seksama. Kita tunggu kejutan mereka berikutnya yang sedang dirakit.[]
KONTAN Daily, Jumat 17 Februari 2017