Select Page

sunset450

Kontan Logo

[Download PDF KONTAN Weekly Asosiasi dan Predisposisi]

oleh Jennie M. Xue

Bagi para Muslim, daging babi itu haram. Bagi para pemeluk Hindu, daging sapi tidak boleh dimakan karena dipandang “suci.” Berbagai hewan mempunyai makna berbeda-beda dalam kultur dan peradaban berbeda. Mereka punya arti dan kedalaman emosi yang berbeda bagi manusia.

Di Barat, anjing itu sahabat manusia “man’s best friend” yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari, mulai sebagai pelacak, pemburu binatang liar, pencari korban dalam tim search and rescue (SAR), hingga pencium narkoba dan bom. Daging anjing yang sedap di mata etnis Batak, misalnya, akan sangat “mengerikan” bagi penduduk negara-negara Barat. Bahkan pemotongan anjing termasuk perbuatan kriminal dengan ganjaran penjara bertahun-tahun.

Kulit sapi dan kulit kambing lazim dipakai sebagai tas dan selimut dan tampaknya tidak ada yang keberatan. Bahkan kulit buaya sangat tinggi nilainya untuk pembuatan tas, sepatu, dan ikat pinggang. Namun apabila kucing yang diambil kulit dan bulunya untuk fashion terkini, tampaknya hampir setiap peradaban manusia akan menentangnya.

Hewan-hewan tertentu adalah piaraan (pet), sedangkan yang lain adalah satwa liar (wildlife) dan ternak (livestock). Maka mereka mempunyai ikatan berbeda dengan kita, padahal semua termasuk kategori “hewan.” Demikian pula dengan persepsi akan manusia dengan berbagai warna kulit, agama, dan profesi. Semua dipandang berbeda dan diasosiasikan kepada hal-hal berbeda pula.

Kemampuan manusia sebagai spies dalam mengklasifikasikan sesuatu, termasuk hewan, disebut kemampuan membentuk “skema.” Skema (schema) adalah kerangka psikologis yang dibentuk oleh keyakinan, ide, persepsi, dan pengalaman. Kerangka ini secara otomatis mengorganisasi dan menterjemahkan informasi yang diterima.

Klasifikasi mental ini sangat berguna dalam keberlangsungan spesies (survival of the species) dan dunia bisnis.

Hal ini sudah sejak lama dibidik oleh dunia periklanan dengan berbagai aktivitas branding, positioning, dan sebagainya. Brand publishing, misalnya, merupakan salah satu bentuk branding terbaru dengan menggunakan daya asosiasi mental dengan produk.

Salah satu kasus paling berhasil sebagai brand publisher adalah American Express dengan proyek terbaru mereka yaitu portal Small Business mereka (https://www.americanexpress.com/us/small-business/). Dengan kekuatan melobi kota, Amex Small Business berhasil menggolkan konsep “Small Business Saturday” di mana para shopper diajak untuk berbelanja di toko-toko kecil di sekitar kediaman mereka.

Terhitung 2010, hari Sabtu setelah Thanksgiving Day, hari istimewa ini dimulai. Efek dari “Small Business Saturday” ini adalah masuknya revenue USD 5,7 miliar per tahun. Luar biasa hebat untuk keadaan ekonomi AS yang masih belum cukup optimal.

American Express sendiri adalah salah satu brand publisher tertua di dunia yang disegani. Para content creator kenal betul dengan kekuatan merek Amex yang dibangun dengan publikasi-publikasi terkenal mereka: American Express Travelers Guide, US Camera and Travel, Travel+ Leisure, dan lainnya.

Bahkan Amex telah menerbitkan buku-buku traveling satu abad lalu. Judul buku terbitan mereka di tahun 1922: The American Express Cruise Around the World: A Handbook of Information for Cruise Members. Terbitan tahun 1925: Sightseeing in and Around Hongkong. Dan masih banyak lagi.

American Express membangun persepsi konsumen dengan mengasosiasikan bisnis dan produk mereka dengan aktivitas bisnis dan aktivitas global. Gabungan keduanya sangat luar biasa, mengingat dunia digerakkan oleh proses globalisasi bisnis.

Walaupun bisnis travel kedengarannya agak “primitif” mengingat aktivitas utamanya hanya bersifat konsolidasi dan revenue yang diterima berbentuk komisi. Lihat saja di setiap pasar tradisional pasti ada “agen travel.”

Ternyata, di tangan Amex divisi ini merupakan salah satu divisi terpenting yang membidik pasar perusahaan (B2B) dan pebisnis yang bepergian ke luar negeri. Dengan asosiasi yang tepat, persepsi akan “travel agent” yang “biasa-biasa saja” berhasil dipatahkan oleh Amex.

Berhati-hatilah dalam mengasosiasikan suatu benda dan seseorang dengan sesuatu, baik suatu situasi, kondisi, maupun materi dan individu. Bagaimana seseorang diprogram sejak masa kanak-kanak membentuk predisposisi dan daya persepsi, sehingga sesuatu bisa saja diasosiasikan secara berbeda.

Setiap saat bergerak, kita pasti meninggalkan “jejak” baik yang disadari maupun tanpa disadari. Perkataan dan perbuatan pasti membuahkan sesuatu. Di era digital, jejak digital pasti membekas, walaupun telah berusaha dilenyapkan dengan berbagai aplikasi proxy dan “penghapus” jejak lainnya.

Kenali bagaimana Anda diasosiasikan dan dipersepsikan oleh orang lain. Apa predisposisi orang lain terhadap Anda. Ini semua membentuk gambaran akan diri Anda. Terapkan ini dalam produk dan bisnis Anda. Be aware.[]

KONTAN Weekly, 19-25 Oktober 2015

Pin It on Pinterest

Share This