Download KONTAN Daily All Brands are Global
oleh Jennie S. Bev
Merek (atau
“brand”) sering kali diidentikkan sebagai produk. Konsep ini sudah kadaluwarsa.
Di era serba luar biasa cepat, akurat, dan transparan ini, merek berdiri
berdampingan dengan produk. Suatu merek mempunyai velositas dan viralitas yang
tidak dimiliki oleh produk yang bersangkutan. Produk mempunyai karakteristik
yang terpisah dari merek. Dua adalah satu namun dua bukan satu. Dan semua merek
berlingkup global.
Merek-merek di
era pra-Internet, seperti Coca-Cola, Gillette, Campbell, Kodak, Lipton, dan
Ford, identik dengan produk. Ini bisa berakibat fatal, seperti Kodak yang
sangat erat dengan fitur “kamera analog” ternyata tidak berhasil crossing over dalam era kamera digital. Di
tahun 1985, Coca-Cola memperkenalkan New Coke yang menggantikan Classic Coke.
Momentum 1985 ini
merupakan milestone penting bagi
studi tentang merek (atau “the study of
brands”). Konsumen bisa demikian loyal kepada suatu merek, namun tidak
kepada produk dari merek tersebut. Merek dan produk adalah dua hal terpisah.
Para marketer profesional menyadari tentang hal ini. Merek adalah investasi
tersendiri.
Dinamika pasar
telah menggeser peran merek sebagai pengidentifikasi produk menjadi pembentuk
mindset tentang produk tertentu. Sebagaimana pasar terkadang bekerja sebagai seller’s market dan terkadang sebagai buyer’s market, demikian pula dinamika
suatu merek.
Pada saat suplai
sedikit dan demand besar, maka terbentuk seller’s
market. Sedangkan ketika suplai besar dan demand kecil, maka terjadi buyer’s market. Bisa dimengerti ketika
Coca-Cola baru berdiri, saat itu terjadi seller’s
market, di mana suplai sedikit dan demand besar. Saat itu produk kola hanya
Coca-Cola, sehingga fokus diletakkan ke atribut produk.
Dalam pasar
global sekarang, merek tidak bisa semata-mata memanjakan penjual alias
produsen. Pasar telah menjadi demikian kompetitif dengan beraneka ragam pilihan
produk. Kuncinya adalah pembeli alias konsumen, bukan produk. Bagaimana kita
memenuhi selera konsumen dengan menyesuaikan produk dan merek-lah yang
menentukan keberhasilan merek dan bisnis.
Selain selera,
suatu merek perlu mempunyai aura yang meningkatkan kepercayaan dan loyalitas.
Mengingat Internet sudah memberikan peluang dalam memberikan informasi bagi
konsumen, maka the perfect market
sudah nyaris tercipta.
Pemilik merek
sebaiknya memfokuskan merek sebagai sistem yang memberikan nilai bagi produk
dan bagi merek itu sendiri. Bandingkan merek Coca-Cola yang terkait erat alias
“terbelenggu” oleh produk minuman soda berwarna gelap dengan Google yang begitu
bebas mendefinisikan produk mereka. Kebebasan Google sebagai “merek” didapat
dari “merek yang hidup.”
“Merek yang
hidup” merupakan terminologi yang penulis ciptakan bagi merek-merek yang berfokus
kepada nilai-nilai kehidupan. They are
based upon living values, not values of a product. Google membawa kehidupan
manusia menjadi lebih cepat, lebih tepat, lebih transparan, lebih inovatif,
lebih bergairah, lebih gembira. Bunyi “google” sendiri dekat dengan “goggle”
alias kacamata dan “giggle” alias tertawa ria. Tentu saja suatu merek yang
mendekati sempurna tidak hanya cantik dari segi semantik.
Suatu merek
disebut sukses luar biasa apabila dengan mendengar kata yang merepresentasikan
merek itu sendiri bisa membangkitkan keinginan untuk membeli dan memiliki.
Mendiang Steve
Jobs yang bisa disebut sebagai “super marketer” mempunyai daya magis dalam
membangkitkan keinginan membeli. iPod, iPhone, dan iPad menjadi kakek moyang
MP3 player, smartphone, dan komputer tablet.
FedEx dengan
hantaran ekspres satu malam-nya juga membangkitkan keinginan menerima paket
secepat mungkin. BMW membangkitkan keinginan untuk mengendarai mobil sport
namun masih dengan harga terjangkau. Nike membangkitkan keinginan untuk memakai
sepatu olah raga yang bergaya dan bisa dipakai dengan pakaian kasual biasa.
Lantas, mengapa
semua merek berlingkup global?
Batas geografis
sudah semakin kabur. Dengan sekejap, dot-com asal Indonesia koprol.com diakuisis
oleh Yahoo! dan sejak Agustus 2012 kepemilikan diserahkan kepada Barito Labs.
BlackBerry didirikan di Munich, Germany. Huawei di Shenzhen, Cina. Produk-produk
internasional sering kali diawali sebagai produk lokal, termasuk McDonald’s dan
Krispy Kreme. Virgin Group diawali oleh seorang anak SMA di Inggris yang
memulai bisnis majalah kecil-kecilan dari rumah.
Globalisasi
sangat erat hubungannya dengan lokalisasi dan sebaliknya. Dengan memiliki merek
lokal yang sangat kuat, maka pasar global merupakan konsekuensi logis.
Merek membawa
unsur-unsur kultural universal. Walaupun Batik Keris merupakan merek batik khas
Indonesia, ia membawa unsur-unsur kultural yang ke manapun dibawa akan berwujud
universal. Merek ini sudah demikian dikenal dan generik bagi peminat batik
maupun mereka yang mencari suvenir untuk handai taulan di luar negeri.
Akhir kata,
menurut Barbara E. Kahn dari Wharton Business School dalam Global Brand Power, merek yang baik adalah merek yang siap untuk
mengglobal dengan empat pilarnya: sehat, berpotensi untuk berkembang, memiliki
momentum, dan competitive advantage.[]
KONTAN Daily, Jumat 6 September 2013