Select Page


[Download PDF KONTAN DAILY Agile dan Scrum, Perlukah?]

oleh Jennie M. Xue

Berbagai metodologi project management banyak dipelopori oleh software development. Kini, hampir setiap aktivitas dan proyek bisnis membutuhkannya untuk memastikan pencapaian sesuai tenggat waktu dan output memadai. Dengan metodologi agile dan scrum, kualitas akhir, produktivitas, dan efisiensi dapat ditingkatkan.

Dalam artikel ini, kita bedakan metode scrum dengan waterfall, bagaimana penerapan scrum dalam manajemen proyek, prinsip-prinsip scrum, dan tahap-tahapnya.

Waterfall method adalah metodologi yang alami dari A hingga Z. Metode ini sangat konvensional dan linear dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: konsepsi, initiasi, analisis, desain, konstruksi, testing, dan penyebaran. Sayangnya, tidak semua proyek dapat diselesaikan secara linear.

Agile method mengutamakan kecepatan dan proses belajar dari kesalahan. Dengan kata lain, gagal cepat, bangkit cepat. Penerapan agile biasanya dengan metode scrum.

Metode serba cepat ini membutuhkan kerja sama tim yang baik sehingga penyampaian secara cepat dapat terlaksana. Benar atau salah, kerjakan dengan cepat dan setepat mungkin. Ketika ada kesalahan, ini adalah kesempatan terbaik untuk diperbaiki.

Scrum sendiri adalah kerangka kerja yang awalnya digunakan dalam pengembangan software sejak 20 tahun lalu. Prosesnya terdiri dari beberapa “sprint” untuk mencapai perkembangan (progress) terukur dalam pencapaian gol.

Tim scrum mencakup “Development Team” yang biasanya terdiri dari 4 hingga 9 anggota yang mempunyai skill berbeda-beda. Sedangkan “Scrum Master” adalah pemimpin tim yang sekaligus juga melayani anggota-anggotanya dalam mencapai gol.

Jadi, jauhkan “image” seorang pemimpin yang bossy dan “sok ngatur.” Seorang Scrum Master adalah fasilitator yang memimpin meeting setiap hari untuk mengenali setiap titik kecil permasalahan dan membantu mereka dalam mengatasinya.

Dalam prakteknya, metode scrum ini dapat digunakan pengembangan proyek baru maupun yang telah berjalan. Dalam konteks yang kedua, tentu berbagai penyesuaian perlu dilakukan.

Lima nilai-nilai prinsipal scrum adalah: komitmen, fokus, keterbukaan, respek, dan keberanian (courage). Komitmen di sini mencakup penempatan gol-gol realistis dan ketetapan hati setiap anggota tim untuk mencapainya. Agenda dan milestone adalah prioritas utama.

Fokus di sini termasuk kejelasan peran dan tanggung jawab sejak awal proyek berjalan. Keterbukaan di sini maksudnya transparansi aktivitas di mana setiap anggota tim dapat menyaksikan sendiri perkembangan.

Respek di sini bukan hanya saling menghormati, namun juga saling menghargai dan memandang sisi positif di dalam setiap anggota tim. Kombinasikan ini dengan keterbukaan tipe personalitas berdasarkan tes MBTI (Myers Briggs Type Indicator).

Ada 16 tipe personalitas, sehingga dapat diekspektasi ada beberapa tipe di dalam tim Anda. Masing-masing punya keunikan, kekuatan, dan kelemahan sendiri-sendiri yang mestinya bisa saling dilengkapi.

Pilar improvement dalam metode ini adalah transparansi, inspeksi, dan adaptasi. Untuk ini, tidak perlu terlalu banyak planning. Kuncinya “dig in” alias langsung tancap gas. Kerjakan dengan passion, fokus, dan kesungguhan.

Semakin cepat “gagal,” semakin cepat seorang scrum team member akan bangkit. Fail fast, learn fast.

Dalam prakteknya, Metode Scrum ini melampaui beberapa tahap.

1. Formulasikan visi dan gol. Visi bukan gol namun gol adalah bagian dari visi. “Visi” perlu konek dengan fokus internal organisasi. Sedangkan “gol” adalah target output proyek.
2. Bangun “product road map” yang menjelaskan “how” suatu gol dapat dicapai. Gunakan high-level, long-term view.
3. Rencanakan rilis produk dengan perspektif holistik. MVP (minimum viable product) dapat menjadi awal rilis. Versi-versi berikutnya dapat dirilis di kemudian hari.
4. Rencanakan “sprint” tim. Ini merupakan esensi scrum dengan gol tertentu yang menjadi “prized target.” Prioritas perlu dijalankan dengan baik.
5. Jalankan “daily scrum.” Koordinasikan aksi sprint harian setiap pagi sehingga halangan (roadblock) dapat dideteksi sejak awal,
6. Jadwalkan “sprint review.” Setiap akhir sprint, undang para stakeholders untuk memberikan feedback.
7. Pada akhir “sprint,” refleksikan proses, halangan, dan kesempatan untuk perbaikan. Konklusi merupakan materi pelajaran berharga untuk masa depan.

Akhir kata, sebuah “scrum project” dapat disebut “selesai” apabila gol setiap versi tercapai dan para stakeholder memberikan feedback memuaskan berdasarkan data dan ukuran. Selamat ber-scrum-ria.[]

KONTAN DAILY, Jumat, 5 Oktober 2018

Pin It on Pinterest

Share This